Hadits atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara struktural maupun maupun fungsikonal. Secara struktural , hadits menduduki posisi kedua setelah alquran, baik sebagai sumber ajarab teologis (aqidah), yuridis (hukum) maupun etis (akhlak), sedangkan secara fungsional hadits atau sunnah merupakan penjelasan dan rincian terhadap ayat-ayat alquran yang bersifat ‘amm (umum), mjmal (global) atau muthlaq. Alquran pun mendukung ide tersebut sebagaimana firman Allah Swt. Qs. an Nahl ayat 44
- Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran. Menurut Fakhruddin al-razi Q.S an Nahl ayat 44 tersebut menunjukkan bahwa Nabi Saw merupakan penjelas terhadap ayat-ayt alquran, terutama ayat-ayat yang sulit dipahami. Mengenai alquran kepada umat manusia dilakukan melalui ucapan perbuatan ataupun taqrirnbya, namun Nabi Saww memang tidak menafsirkan seluruh alquran. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk memberi ruang kreativitas berijtihad yang lebih luas bagi akal manusia. Terkadang hadits datang secara bertentangan, kadang pula sulit dipahami jika hanya dilihat teksnya saja, khususnya ketika hadits tersebut mempunyai latar belakang atau sebab khusus, untuk itulah diperlukan seperangkat ilmu antara lain asbabul wurud, yang di sini akan dieksplorasi secara ontologis, epistimologis dan aksiologis. Secara ontologis akan menyoal tentang hakikat apa itu asbabul wurud, bagaimana pandangan fundamental tentang pokok persoalan dari obyek yang dikaji. Tinjauan on epistimologis akan menyorot bagaimana cara mengetahui asbabul wurud dan apa tolok ukur kebenarannya, sedangkan tinjauan aksiologis akan melihat dari sisi kegunaan san fungsi asbabul wurud dalam memaami hadits Nabi Saw.
- pengertian asbabul wurud
Secara etimologis asbab alwurud merupakan susunan idhafah yang berasal dari gabungan kata asbab dan alwurud. Kata asbab adalah bentuk jamak dari sabab yang berarti tali atau penghubung yakni segala sesuatu yang bisa menghubungkan kepada sesuatu yang lain atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata “wurud” merupakan bentuk isim mashdar (kata benda abstrak) dari warada yaridu wuruudan yang berarti datang atau sampai kepada sesuatu. Dengan demikian sabab alwurud secara bahasa dapat diartikan sebagai taal penghubung sampainya sesuatu. Istilah asbabul wurud tersebut dalam dirkursus ilmu hadits diartikan sebagai sebab sebab yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits. Imam Suyuthi mendefinisikan asbabul wurus sebagai berikut : sesuatu yang menjadi jalan untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, muthlaq atau muqayyad atau untk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits atau yang semisal dengann hal itu”. Namun hemat penulis definisi itu dirasa kurang tepat secara ontologis, lebih tepatnya definisi dar berbagai ulama’ yang merumuskannya maka diperolehlah suatu pe\ngertian asbabul wurud sebagi berikut: “ilmu yang menerangkan sebab-sebab dan masa Nabi Saw menuturkan sabdanya, atau ilmu yang mengkaji tentang hal-hal yang terjadi di saat hadits disampaikan, berupa peristiwa atau pertanyaan yang hal ini dapat membantu untuk menentukan maksud hadits yang bersifat umum atau khusus, muthlaq atau muqoyyad atau untuk menentukan ada tidaknya nashkh (penghapusan) dalam suatu hadits atau yang semisal dengan itu” sebenarnya pengetahuan tentang asbabul wurud bukanlah ghayah (tujuan) namun sebagi sarana (washilah) untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami pesan atau maksud suatu hadits.
- Faktor-faktor Nabi Saw bersabda
Secara kategoris penulis membagi menjadi empat kategoris, pertama adalah albu’du al mukhathibi yakni faktor yang muncul dari pribadi Nabi Saw sebagai pembicara misalnya hadits tentang hijamah (berbekam) pada saat beliau sedang ihram, ternyata hal itu dilakukan saat beliau sakit kepala. Kedua, albu’du al-mukhathabi yakni faktor yang berkaitan dengan kondisi orang yang diajak berbicara oleh Nabi Sae. Hal ini mempengaruhi gaya penuturan hadits. Terhadap seseorang yang suka menunda-nunda waktu shalat beliau mengatakan “sebaik-baik amal adalah shalat tepat pada waktunya” sementara itu kepada seseorang yang kurang berbakti kepada orang tuanya Nabi mengatakan “ sebaik-baik amal adalah berbakti kepada kedua orang tua” inilah yang dalam ilmu balagha disebut dengan muqtadlal hal, yakni pembicaraan itu sesuai dengan konteks kepada siapa seseorang berbicara. Ketiga, al-bu’du al-zamani, yakni aspek yang berkaitan dengan waktu atau masa dimana Nabi menyampaikan sabdanya, sebagai contoh hadits tentang pelarangan ziarah kubur, karena saat itu ziarah kubur bukan dijadikan sarana untuk mengingat mati atau akhirat namun berbuat kemusyrikan dan meratapi mayat. Kemudian pelarangan zarah itu dicabut dan disarankan Nabi karena bisa mengingatkan akhirat. Keempat, al-bu’du al-makani yakni aspek yang berkaitan dengan tempat atau kondisi geografis di mana Nabi menyampaikan hadits, ini sangat penting untuk memahami maksud suatu hadits. Menurut Imam al-Suyuthi, asbabul wurud dapat dikategorikan menjadi tiga macam: yaitu : Pertama: sebab berupa ayat alquran. Seperti kata dlulmun yang dipahami para sahabat sebagai aniaya, namun makna yang benar adalah syirk atau menyekutukan Allah. Kedua, sebab hadits yang sulit dipahami oleh sahaba, sehingga penjelasannya melalui hadits di waktu yang lain. Ketiga, sebab berkaitan dengan peristiwa yang dialami sahabat. E. cara mengetahui asbabul wurud. 1. melalui riwayat teks hadits Nabi Saw. Artinya teks tersebut menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang mendorong Nabi Saw untuk bersabda atau berbuat sesuatu. Hal ini dibagi menjadi dua, yaitu jelas (sharih) dan kurang jelas (ima’) 2. melalui aqwal al shahabah atau informasi sahabat, ini mengingat mereka adalah orang-orang yang hidup di zaman Nabi Saw. dan menyaksikan peristiwa atau menanyakan sesuatu langsung kepada Nabi Saw. 3. melalui ijtihad, hal ini dilakukan jika tidak ditemukan riwayat yang jelas mengenai sababul wurud, ijtihad ini bisa dengan cara mengumpulkan hadits-hadits yang setema atau sejarah sehingga mampu menghubungkan antara ide dalam teks hadits dengan konteks munculnya hadits. F. urgensi mengetahui asbab alwurud. Ini adalah bagian yang menjelaskan tinjauan aksiologis di mana asbabul wurud mempunyai peranan sangat penting untuk memahami suatu hadits secara tepat. Paling tidak ada enam fungsi asbabul wurud antara lain untuk:
- Menentukan adanya adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
- Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak.
- Men-tafshil (memerinci) hadits yang masih bersifat global.
- Menentukan ada tidaknya nashikh mansukh dalam suatu hadits.
- Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
- Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dipahami atau janggal)
G. kitab-kitab tentang asbabul wurud. Adapun kitab-kitab yang membahas asbabul wurud antara lain:
- Asbab wurud alhadits karya Abu Hafsh al Ukbari (w.339H).
- Asbab wurud alhadits karya karya Abu Hamid abdl jalil al jabari.
- Asbabu wurud alhadits atau yang disebut juga al luma’ fi asbab wurud alhadits karya Jalaluddin ‘Abdurrahman al Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
- Al-Bayan wa al-ta’rif karya Ibn Hamzah Al-Husayni al-Dimasyqi (w.1110 H)
G. kesimpulan. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
- Asbab wurud alhadits merupakan konteks historisitas yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits. Ia dapat berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadits itu disampaikan oleh Nabi Saw, untuk mengetahui sababul wurud bisa dilakukan melalui riwayat dan ijtihad. Mengenai kebenaran riwayat tersebut ditelusuri melalui kritik sanad maupun matan atau bantuan kritik sejarah.
- Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi ilmu hadits, ia memiliki peranan yang signifikan untuk memahami maksud suatu hadits secara tepat.
- Di antara fungsi dari mengetahui asbabul wurud adalah untuk mengetahui ada tidaknya takhshish dalam suatu hadits yang umum, membatasi kemutlakan suatu hadits, memerinci yang masih global, menentukan ada tidaknya nasikh mansukh dalam hadits, menjelaskan ‘illah ditetapkannya suatu hukum, dan menjelaskan hadits yang sulit dipahami (musykil)
http://warkopmbahlalar.com/teori-asbabul-wurud-dalam-studi-hadits/
JIKA SOBAT KESULITAN DALAM MENDAPATKAN FILE INI, SOBAT BISA DAPATKAN DENGAN MENGKLIK DI BAWAH INI
0 komentar:
Posting Komentar
MEZA
Bagi sobat yang berkunjung di blogger ini tolong tinggalkan komennya y.......
supaya bisa membagun atau menambah supaya blogger ini lebih baik dari sebelumnya.
MAKASIH