wCSUfbj0jCfxbkpQufYnAiiwrifpe8kDKSjPJHFZ

Subscribe:

Ads 468x60px

Sabtu, 14 April 2012

Teori Asbab Al Wurud Dalam Studi Hadits




Hadits atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara struktural maupun maupun fungsikonal. Secara struktural , hadits menduduki posisi kedua setelah alquran, baik sebagai sumber ajarab teologis (aqidah), yuridis (hukum) maupun etis (akhlak), sedangkan secara fungsional hadits atau sunnah merupakan  penjelasan dan rincian  terhadap ayat-ayat alquran yang bersifat ‘amm (umum), mjmal (global) atau muthlaq. Alquran pun mendukung ide tersebut sebagaimana firman Allah Swt. Qs. an Nahl ayat 44
  1. Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
[829]  Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.   Menurut Fakhruddin al-razi Q.S an Nahl ayat 44 tersebut menunjukkan bahwa Nabi Saw merupakan penjelas terhadap ayat-ayt alquran, terutama ayat-ayat yang sulit dipahami. Mengenai alquran kepada umat manusia dilakukan melalui ucapan perbuatan ataupun taqrirnbya, namun Nabi Saww memang tidak menafsirkan seluruh alquran. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk memberi ruang kreativitas berijtihad yang lebih luas bagi akal manusia. Terkadang hadits datang secara bertentangan, kadang pula sulit dipahami jika hanya dilihat teksnya saja, khususnya ketika hadits tersebut mempunyai latar belakang atau sebab khusus, untuk itulah diperlukan seperangkat ilmu antara lain asbabul wurud, yang di sini akan dieksplorasi secara ontologis, epistimologis dan aksiologis. Secara ontologis akan menyoal tentang hakikat apa itu asbabul wurud, bagaimana pandangan fundamental tentang pokok persoalan dari obyek yang dikaji. Tinjauan on epistimologis akan menyorot bagaimana cara mengetahui asbabul wurud dan apa tolok ukur  kebenarannya, sedangkan tinjauan aksiologis akan melihat dari sisi kegunaan san fungsi asbabul wurud dalam memaami hadits Nabi Saw.
  1.  pengertian asbabul wurud
Secara etimologis asbab alwurud merupakan susunan idhafah yang berasal dari gabungan kata asbab dan alwurud. Kata asbab adalah bentuk jamak dari sabab yang berarti tali atau penghubung yakni segala sesuatu yang bisa menghubungkan kepada sesuatu yang lain atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata “wurud” merupakan bentuk isim mashdar (kata benda abstrak) dari warada yaridu wuruudan yang berarti datang atau sampai kepada sesuatu. Dengan demikian sabab alwurud secara bahasa dapat diartikan sebagai taal penghubung sampainya sesuatu. Istilah asbabul wurud tersebut dalam dirkursus ilmu hadits diartikan sebagai sebab sebab yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits. Imam Suyuthi mendefinisikan asbabul wurus sebagai berikut : sesuatu yang menjadi jalan untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, muthlaq atau muqayyad atau untk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits atau yang semisal dengann hal itu”. Namun hemat penulis definisi itu dirasa kurang tepat secara ontologis, lebih tepatnya definisi dar berbagai ulama’ yang merumuskannya maka diperolehlah suatu pe\ngertian asbabul wurud sebagi berikut: “ilmu yang menerangkan sebab-sebab dan masa Nabi Saw menuturkan sabdanya, atau ilmu yang mengkaji tentang hal-hal yang terjadi di saat hadits disampaikan, berupa peristiwa atau pertanyaan yang hal ini dapat membantu untuk menentukan maksud hadits yang bersifat umum atau khusus, muthlaq atau muqoyyad atau untuk menentukan ada tidaknya nashkh (penghapusan) dalam suatu hadits atau yang semisal dengan itu” sebenarnya pengetahuan tentang asbabul wurud bukanlah ghayah (tujuan) namun sebagi sarana (washilah) untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami pesan atau maksud suatu hadits.
  1. Faktor-faktor Nabi Saw bersabda
Secara kategoris penulis membagi menjadi empat kategoris, pertama adalah albu’du al mukhathibi yakni faktor yang muncul dari pribadi Nabi Saw sebagai pembicara misalnya hadits tentang hijamah (berbekam) pada saat beliau sedang ihram, ternyata hal itu dilakukan saat beliau sakit kepala. Kedua, albu’du al-mukhathabi yakni faktor yang berkaitan dengan kondisi orang yang diajak berbicara oleh Nabi Sae. Hal ini mempengaruhi gaya penuturan hadits. Terhadap seseorang yang suka menunda-nunda waktu shalat beliau mengatakan “sebaik-baik amal adalah shalat tepat pada waktunya” sementara itu kepada seseorang yang kurang berbakti kepada orang tuanya Nabi mengatakan “ sebaik-baik amal adalah berbakti kepada kedua orang tua” inilah yang dalam ilmu balagha disebut dengan muqtadlal hal, yakni pembicaraan itu sesuai dengan konteks kepada siapa seseorang berbicara. Ketiga, al-bu’du al-zamani, yakni aspek yang berkaitan dengan waktu atau masa dimana Nabi menyampaikan sabdanya, sebagai contoh hadits tentang pelarangan ziarah kubur, karena saat itu ziarah kubur bukan dijadikan sarana untuk mengingat mati atau akhirat namun berbuat kemusyrikan dan meratapi mayat. Kemudian pelarangan zarah itu dicabut dan disarankan Nabi karena bisa mengingatkan akhirat. Keempat, al-bu’du al-makani yakni aspek yang berkaitan dengan tempat atau kondisi geografis di mana Nabi menyampaikan hadits, ini sangat penting untuk memahami maksud suatu hadits. Menurut Imam al-Suyuthi, asbabul wurud dapat dikategorikan menjadi tiga macam: yaitu : Pertama: sebab berupa ayat alquran. Seperti kata dlulmun yang dipahami para sahabat sebagai aniaya, namun makna yang benar adalah syirk atau menyekutukan Allah. Kedua, sebab hadits yang sulit dipahami oleh sahaba, sehingga penjelasannya melalui hadits di waktu yang lain. Ketiga, sebab berkaitan dengan peristiwa yang dialami sahabat. E. cara mengetahui asbabul wurud. 1. melalui riwayat teks hadits Nabi Saw. Artinya teks tersebut menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang mendorong Nabi Saw untuk bersabda atau berbuat sesuatu. Hal ini dibagi menjadi dua, yaitu jelas (sharih) dan kurang jelas (ima’) 2. melalui aqwal al shahabah atau informasi sahabat, ini mengingat mereka adalah orang-orang yang hidup di zaman Nabi Saw. dan menyaksikan peristiwa atau menanyakan sesuatu langsung kepada Nabi Saw. 3. melalui ijtihad, hal ini dilakukan jika tidak ditemukan riwayat yang jelas mengenai sababul wurud, ijtihad ini bisa dengan cara mengumpulkan hadits-hadits yang setema atau sejarah sehingga mampu menghubungkan antara ide dalam teks hadits dengan konteks munculnya hadits. F. urgensi mengetahui asbab alwurud. Ini adalah bagian yang menjelaskan tinjauan aksiologis di mana asbabul wurud mempunyai peranan sangat penting untuk memahami suatu hadits secara tepat. Paling tidak ada enam fungsi asbabul wurud antara lain untuk:
  1. Menentukan adanya adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
  2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak.
  3. Men-tafshil (memerinci) hadits yang masih bersifat global.
  4. Menentukan ada tidaknya nashikh mansukh dalam suatu hadits.
  5. Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
  6. Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dipahami atau janggal)
G. kitab-kitab tentang asbabul wurud. Adapun kitab-kitab yang membahas asbabul wurud antara lain:
  1. Asbab wurud alhadits karya Abu Hafsh al Ukbari (w.339H).
  2. Asbab wurud alhadits karya karya Abu Hamid abdl jalil al jabari.
  3. Asbabu wurud alhadits atau yang disebut juga al luma’ fi asbab wurud alhadits karya Jalaluddin ‘Abdurrahman al Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
  4. Al-Bayan wa al-ta’rif karya Ibn Hamzah Al-Husayni al-Dimasyqi (w.1110 H)
G. kesimpulan. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
  1. Asbab wurud alhadits merupakan konteks historisitas yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits. Ia dapat berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadits itu disampaikan oleh Nabi Saw, untuk mengetahui sababul wurud bisa dilakukan melalui riwayat dan ijtihad. Mengenai kebenaran riwayat tersebut ditelusuri melalui kritik sanad maupun matan atau bantuan kritik sejarah.
  2. Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi ilmu hadits, ia memiliki peranan yang signifikan untuk memahami maksud suatu hadits secara tepat.
  3. Di antara fungsi dari mengetahui asbabul wurud adalah untuk mengetahui ada tidaknya takhshish dalam suatu hadits yang umum, membatasi kemutlakan suatu hadits, memerinci yang masih global, menentukan ada tidaknya nasikh mansukh dalam hadits, menjelaskan ‘illah ditetapkannya suatu hukum, dan menjelaskan hadits yang sulit dipahami (musykil)
http://warkopmbahlalar.com/teori-asbabul-wurud-dalam-studi-hadits/


 JIKA SOBAT KESULITAN DALAM MENDAPATKAN FILE INI, SOBAT BISA DAPATKAN DENGAN MENGKLIK DI BAWAH INI

PENGARUH MASYARAKAT DAN SISTEM NON PENDIDIKAN TERHADAP PENDIDIKAN




PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan sangat perlu adanya proses sosialisasi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan warga masyarakat yang berpendidikan. Baik pendidikan dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami berusaha membahas beberapa masalah penting dalam dunia pendidikan. Di antaranya ialah tentang hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakatdalam proses sosialisasi pendidikan, pengaruh kebudayaan pada pendidikan, serta pengaruh perubahan sosial (ekonomi, budaya, serta politik).


PEMBAHASAN
PENGARUH MASYARAKAT DAN SISTEM NON PENDIDIKAN TERHADAP PENDIDIKAN
Hubungan timbal-balik sekolah, keluarga, masyarakat dalam proses sosialisasi pendidikan
Berhasil tidaknya pendidikan di sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen (dasar) dari pendidikan selanjutnya.[ Purwanto M. Nngalim, Ilmu Pendidikan Teoretis Dan Praktis,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. h., 79.]
Beberapa pengaruh pendidikan sekolah terhadap perkembangan masyarakat:[ Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1981. h. 176.] Mencerdaskan kehidupan masyarakat Membawa firus pembaharuan bagi perkembangan masyarakat Melahirkan warga masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan kerja di lingkungan masyarakat Melahirkan sikap-sikap positif dan konstuktif bagi warga masyarakat, sehingga tercipta integrasi sosial yang harmonis di tengah-tengah masyarakat
Ada beberapa hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat, oleh Stoop disebut sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (1981, h. 463-464):[ Pidarta Made, Mamajemen Pendidikan Indonesia, ...........: Rineke Cipta, 2004. ]
Memberikan layanan pendidikan dan pengajaran terhadap putra-putra warga masyarakat. Dikatakan sebagai fungsi layanan karena melayani kebutuhan masyarakat.
Sebagai agen pembaru/mercu penerang bagi masyarakat, misalnya: pemanfaatan ampas tebu sebagai pupuk, cara memberantas hama, cara memelihara ternak, dll. Dikatakan sebagai fungsi pemimpin ialah karena memimpin masyarakat disertai dengan penemuan-penemuannya untuk memajukan kehidupan masyarakat. Sedangkan pengaruh masyarakat terhadap sekolah menurut Drs. Sudomo Hadi. SU dkk. ialah:[Hadi Sudomo, dkk., Dasar Kependidikan, Surakarta: UNS, 1992. h. 114.]
Sebagai arah menentukan tujuanSebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajarSebagai sumber belajarSebagai pemberi dana dan fasilitas lainnyaSebagai laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah
Sedangkan pengaruh masyarakat terhadap sekolah ialah:[ Ibid., h. 183.]
Orientasi dan tujuan pendidikan, yaitu sekolah lahir dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Proses pendidikan di sekolahan, yaitu pengaruh sosial budaya (proses belajar mengajar) dan partisipasinya (material atau spiritual).
Pengaruh kebudayaan pada pendidikan Pendidikan formal tidak dapat diharapkan menanggung transmisi kebudayaan bangsa sepenuhnya, misalnya sekolah. Dan masyarakat akan tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan transmisi kebudayaan.
Sedangkan masalah pendidikan norma-norma, sikap adat-istiadat, keterampilan dan lain-lainnya banyak diperoleh dari dalam keluarga masing-masing. Di antara beberapa fungsi sekolah terhadap pendidikan, ada dua fungsi yang dirasa penting, yaitu:[ Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara: 1995. Hal 17-18]
Sekolah men-transmisikan kebudayaan Sekolah merupakan alat yang men-transformasikan kebudayaan Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa budaya merupakan obyek yang ditransmisi serta ditransformasikan oleh sekolah kepada warga masyarakat. Apabila terjadi perubahan budaya, maka sesuatu yang akan ditanamkan ke dalam jiwa masyarakat akan berubah pula.
Pengaruh perubahan sosial (ekonomi, budaya, dan politik) Berbicara tentang pendidikan dan sekolah, maka keduanya tak akan terlepas dari perubahan, karena pendidikan senantiasa berfungsi di dalam dan terhadap sistem sosial tempat sekolah tersebut berada. Selain itu juga terdapat dua macam perubahan sosial, yaitu:
Perubahan terjadi sangat cepat, perubahan ini berhubungan dengan masalah materi.
Perubahan yang terjadi secara lambat, karena terdapat beberapa hambatan dan tantangan. Perubahan ini yang berhubungan dengan agama, adat-istiadat, norma-norma, bentuk pemerintahan, filsafat hidup, dan lain sebagainya.[ Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara: 1995]
Hal tersebut senada dengan yang dinyatakan oleh para ahli, yaitu: Wilbert Moore berpendapat bahwa perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur sosial. Dan struktur sosial itu adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Sedangkan Rober H. Lauer berpendapat bahwa perubahan sosial itu sangatlah rumit untuk dijelaskan, sebab banyak hal yang mesti dikaji terutama berkenaan dengan seluruh tingkat dan aspek kehidupan sosial, yang jelas perubahan itu sendiri pasti adanya, namun yang berbeda hanyalah tingkat perubahannya itu sendiri, ada yang lambat, ada yang cepat.
Selain itu perubahan sosial juga terjadi karena adanya beberapa hubungan yang saling mempengaruhi. Pertama, antara individu dengan kebudayaan. Kedua, dipengaruhi oleh adanya kontak dengan kebudayaan lain.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya antara keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdapat hubungan timbal-balik dalam bidang pendidikan. Keluarga merupakan fundamen untuk pendidikan dasar yang kemudian dilanjutkan dengan pendidikan sekolah hingga akhirnya luaran dari sekolah dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA


Hadi Sudomo, dkk., Dasar Kependidikan, Surakarta: UNS, 1992. h. 114.
Pidarta Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Rineke Cipta, 2004.
Purwanto M. Nngalim, Ilmu Pendidikan Teoretis Dan Praktis,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1981.


JIKA SOBAT KESULITAN DALAM MENDAPATKAN FILE INI, SOBAT BISA DAPATKAN DENGAN MENGKLIK DI BAWAH INI



HADITS HASAN



I. PENDAHULUAN
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Semoga kita di akhir kelak mendapat syafaatnya. Amien.
Hadits adalah pedoman umat Islam setelah Al-Quran, namun terlepas dari itu masih banyak umat Islam yang sedikit sekali pemahamannya tentang hadits. Oleh karena itu, pemakalah akan mencoba membahas ilmu hadits seputar hadits hasan, definisi, syarat, contoh, dan permasalahan-permasalahan yang mencakup hadits hasan. Namun sudah barang tentu makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, pemakalah sangat mengharapkan masukan, kritik, atau saran yang membangun untuk melengkapi kekurangan yang ada di makalah ini.
II. PEMBAHASAN
A. Definisi
Menurut bahasa adalah merupakan sifat musyabbah dari kata al-husn, yang berarti al-jamal (bagus). Sementara menurut istilah, para ulama’ mendefinisikan hadits hasan sebagai berikut,
a.           Al-Khathabi, hadits hasan adalah hadits yang diketahui tempat keluarnya kuat, para perawinya masyhur, menjadi tempat beredarnya hadits, diterima oleh banyak ulama, dan digunakan oleh sebagian besar fuqaha.1
b.           At-Tirmidzi, hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan, yang di dalam sanadnya tidak ada rawi yang berdusta, haditsnya tidak syadz, diriwayatkan pula melalui jalan lain.
c.           Menurut Ibnu Hajar, hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, kedlobithannya lebih rendah dari hadits shahih, sanadnya bersambung, haditsnya tidak ilal dan syadz.
d.          Ungkapan yang senada dengan Ibnu Hajar juga diutarakan oleh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.2
Menurut Mahmud Tahhan, definisi yang lebih tepat adalah definisi yang diungkapakan oleh Ibnu Hajar, yaitu yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, namun tingkat kedlobithannya kuarang dari hadits shahih, tidak ada syudzudz dan illat.
B. Syarat Hadits Hasan
Adapun syarat hadits hasan sama dengan syarat hadits shahih, yaitu ada lima namun tingkat kedlobitanya berbeda.
a.         Sanadnya bersambung,
b.      Perawinya adil, lebih rendah dari hadits shahih,
c.       Dlobith,
d.      Tidak ada illat,
e.       Tidak ada syadz,
Hadits hasan terbagi menjadi dua jenis: hasan lidzatihi (hasan dengan sendirinya) dan hasan lighairihi (hasan dengan topangan hadits lain).
Apabila hanya disebut “Hadits Hasan”, yang dimaksudkan adalah hadits hasan lidzatihi, dengan batasan seperti tersebut di atas. Dinamakan hasan lidzatihi, karena sifat kehasanannya muncul di luarnya. Dengan demikian, hasan lidzatihi ini dengan sendirinya telah mencapai tingkatan shahih dalam berbagai persyaratannya, meskipun nilanya sedikit di bawah hadits shahih berdasarkan ingatan para perawinya.
Hadits hasan lighairihi adalah hadits dloif yang memiliki sanad lebih dari satu. Sanad-sanad yang ada menguatkan sanad yang dloif tersebut. Ada juga yang mendefinisikan hadits hasan lighairihi sebagai hadits yang dalam isnadnya tersebut orang yang tidak diketahui keadaaanya, tidak biasa dipastikan kelayakan atau ketidaklayakannya. Namun ia bukan orang lengah yang banyak berbuat salah dan tidak pula dituduh berbuat dusta. Sedangakan matannya didukung oleh mutabi’ atau syahid.
C. Hukum hadits Hasan
Bisa dijadikan sebagai hujjah (argument), sebagaimana hadits shahih, meskipun dari segi kekuatannya berbeda. Seluruh fuqaha menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya, begitu pula sebagian besar pakar hadits dan ulama’ ushul, kecuali mereka yang memiliki sifat keras. Sebagian ulama’ yang lebih longgar mengelompokkannya dalam hadits shahih, meski mereka mengatakan tetap berbeda dengan hadits shahih yang telah dijelaskan sebelumya.
D. Contoh Hadits Hasan
Dikeluarkan oleh Tirmidzi, yang berkata:
Telah bercerita kepada kami Qutaibah, telah bercerita kepada kami Ja’far bin Sulaiman ad-Dluba’i, dari Abi Imran al-Juauni, dari Abu Bakar bin Abi Musa al-Asyari, yang berkata: Aku mendengar bapakku berkata –di hadapan musuh–: Rasulullah SAW. bersabda: Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di bawah kilatan pedang…”al-Hadits.
Hadits ini hasan karena empat orang perawi sanadnya tergolong tsiqoh, kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-Dluba’i. jadilah haditsnya hasan.
E. Tingkatan dari Pernyataan: Hadits Shahih Isnad atau Hasan Isnad.
a.       Pernyataan ahli hadits: ‘Hadits ini shahih isnad’ berbeda maknanya dengan pernyataan ‘ini hadits shahih’.
b.      Begitu pula halnya dengan pernyataan mereka: ‘Hadits ini hasan isnad’ berbeda maknanya dengan pernyataan ‘ini hadits hasan’. Pernyataan (hadits ini shahih isnad atau hadits ini hasan isnad) karena sanadnya memang shahih atau hasan tanpa memperhatiakn matan, syudzudz maupun adanya illat. Apabila seorang ahli hadits mengatakan: ‘Hadits ini shahih’, itu berarti hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih yang lima. Lain lagi jika ia mengatakan: ‘Hadits ini shahih isnad’, itu berarti hadits tersebut memenuhi tiga syarat keshahihan saja, yaitu sanadnya bersambung, rawinya adil dan dlobith. Adapun tidak adanya syudzudz dan illat, berarti hadits tersebut tidak bisa memenuhinya. Karena itu tidak bisa ditetapkan sebagai hadits shahih ataupun hasan. Meski demikian, apabila seorang hafidh mu’tamad (dalam hadits) meringkas penyataan dengan: ‘Hadits ini shahih isnad’, sementara ia tidak menyebutkan adanya illat, maka berarti matanya juga shahih. Sebab, pada dasarnya hadits tersebut tidak memiliki illat maupun syudzudz.
F.         Arti Pernyataan Turmudzi dan selainnya: ‘Hadits Hasan Shahih’
Kenyataan ungkapan seperti ini amat sangat sulit, sebab hadits hasan itu derajatnya lebih rendah dari hadits shahih. Maka, bagaimana menggabungkan keduanya sementara tingkatan keduanya berbeda?. Para ulama’ telah menjawab maksud dari pernyataan Tirmidzi dengan jawaban yang bermacam-macam. Yang terbaik adalah pernyataannya al-Hafidh Ibnu Hajar yang disetujui oleh as-Suyuthi. Ringkasannya sebagaimana berikut:
a.       Jika haditsnya mempunyai dua buah sanad atau lebih, maka berarti hadits tersebut adalah hasan menurut shahih satu sanad, dan shahih menurut sanad lainnya.
b.      Jika haditsnya mempunyai satu sanad, maka berarti hadits tersebut adalah hasan menurut satu kelompok, dan shahih menurut kelompok lainnya.
Jadi, seakan-akan orang yang mengatakan hal itu menunjukkan adanya perbedaan dikalangn ulama’ mengenai status (hukum) hadits tersebut, atau tidak memperkuat status (hukum) hadits tersebut (apakah shahih ataukah hasan).
III. KESIMPULAN
Ø Perbedaan dengan hadits shahih dengan hadits hasan adalah terletak pada tingkat kedlobithannya.
Ø Mayoritas ulama’ dan fuqaha sependapat tentang kehujjahan hadits hasan, yaitu hadits hasan dapat dijadikan hujjah.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Tahlan, Mahmud, Taisir Musthalahul Hadits, Dar al-fikr, Beirut, tt.
Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Syahrul Baiquniyah, Dar al-atsar, tt.
Mudasir, H, Drs, Ilmu Hadits,Pustaka Setia, Bandung, Cet ke-I Tahun 1999.
Shahih, subhi, Dr, Membahas Ilmu-ilmu Hadits,Terj, Pustaka Firdaus, Cet ke-VI, Jakarta, 2007
sumber

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA ABU BAKAR ASH SHIDDIQ



Dunia islam mulai menorehkan tinta emas dalam sejarahnya sejak Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah. Rahasia terpilihnya peristiwa yang agung ini sebagai permulaan sejarah Islam adalah karena sejak saat itu anugerah kemenangan dari Allah SWT kepada Rasulnya-Nya mulai terlihat, yakni kemenangan terhadap orang-orang yang memerangi beliau di kota suci tersebut. Padahal sebenarnya seluruh tokoh kabilah Quraisy telah mengatur siasat untuk membunuh beliau. Satu-satunya sahabat yang menemani Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah ini, tidak lain adalah Abu Bakar ash-Shidiq. Tatkala beliau sedang menderita sakit menjelang wafatnya sehingga tidak kuat lagi menunaikan shalat berjamaah bersama kaum muslimin. Abu Bakar pulalah yang ditunjuk menggantikan beliau sebagai imam.
Pilihan Rasulullah SAW kepada Abu Bakar untuk menyertainya dalam perjalanan hijrah dan menggantikan kedudukannya menjadi imam dalam shalat berjamaah bukan tanpa alasan sama sekali. Abu Bakar adalah orang yang pertama yang menyatakan keimanannya kepada Allah dan Rasulnya. Pengorbanannya yang dilandasi oleh keimanan yang kokoh, telah banyak ia lakukan. Ia selalu siaga membela Nabi dalam berdakwah, sebagaimana pembelaanya terhadap kaum muslimin. Kepentingan Rasulullah SAW lebih diutamakan daripada kepentingan dirinya sendiri. Bahkan dalam segala situasi,ia selalu mendampingi perjuangan Nabi SAW. Kesempurnaan akhlaknya berpadu erat dengan kekuatan imannya. Tidak hanya itu Abu Bakar juga dikenal juga sebagai seorang hamba Allah yang memiliki sifat paling kasih sayang kepada manusia lainnya.
Dengan makalah ini kita dapat mengetahui sejarah singkat perkembangan dan kemajuan Islam di masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq yang meneruskan perjuanagan dakwah Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW. Dengan demikian kita dapat mengetahui kedudukan dan derajat para sahabat Nabi Muhammad SAW
  1. Kehidupan Abu Bakar
Abu Bakar dilahirkan dengan nama Abdullah ibn Abi Qahafah dari seorang ayah bernama Abu Qahafah yang semula bernama Utsman ibn Amir. Sedangkan ibunya bernama Ummu al-Khair yang semula bernama salma binti sakhr ibn Amir. Sebelum ia memeluk Islam , Ia mendapat julukan dengan nama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam, ia diberi nama oleh Rasulullah SAW dengan sebutan Abdullah. Sebutan lain baginya adalah Atik (artinya lolos/lepas). Asal mula julukan namanya sebagai Abdul Ka’bah berawal dari kenyataan bahwa ibunya setiap melahirkan anak lelaki, pasti meninggal dunia. Begitu Abu Bakar lahir dan dikaruniai kehidupan, orang tuanya sangat gembira. Serta merta dijulukinya anak lelaki mereka dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ketika anak itu tumbuh menjadi remaja, namanya bertambah dengan julukan Atik yang menandakan seolah-olah ia lepas dari kematian. Tetapi menurut para Ahli Sejarah, “Atik”, bukanlah nama baginya, melainkan sekedar julukan karena kulitnya yang putih bersih. Di dalam riwayat lainnya, dikisahkan bahwa Aisyah putrinya pernah ditanya mengapa ayahnya diberi nama Atik. Aisyah lalu menceritakan bahwa pada suatu saat Rasulullah pernah melihat kepada Abu Bakar sambil berkata: “Inilah Atik Allah dari api neraka”. Dalam kesempatan lainnya, Abu Bakar datang kehadapan Rasulullah SAW bersama para sahabat lainnya Begitu melihat Abu Bakar, beliau berkata: ”Barang siapa orang yang senang melihat kepada orang yang lolos (Atik) dari api neraka, maka lihatlah kepadanya (Abu Bakar)”.
Sejak kecil Abu Bakar hidup seperti layaknya anak-anak lainnya di kota Mekah. Tatkala usianya menginjak masa dewasa, dia berdagang sebagai penjual kain. Sebagai seorang pedagang kain, Abu Bakar sangat berhasil dalam usahanya. Pada awal mudanya ia menikah dengan Kutailah binti Abdul Uza. Perkawinan ini membuahkan ketirunan Abdullah dan Asma. Kelak setelah masuk Islam. Dan perkawinannya dengan Ummu Ruman binti Uwaimir, Abu Bakar memperoleh dua orang anak, yaitu Abdurrahman dan Aisyah. Ketika berada di Madinah, Abu Bakar dengan Habibah binti Kharijah serta Asma Binti Umais. Dari istrinya yang terakhir ini, Abu Bakar dikaruniai seorang anak, yaitu Muhammad. Tidak hanya itu, dagangan Abu Bakar pun sangat maju dan memperoleh keuntungan sangat besar. Keberhasilan usaha dagangnya, barangkali di sebabkan oleh kepribadian dan akhlaknya yang mulia, sehingga sangat disenangi orang.
- Hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW
Tempat tinggal Abu Bakar terletak di daerah pemukiman pedagang Quraisy yang kaya. Dari daerah itulah para pedagang Quraisy biasa mengirimkan barang dagangannya yang akan dijual di daerah Syam dan Yaman. Khadijah binti khuwailid yang kelak akan menjadi istri Nabi SAW juga tinggal di daerah tersebut. Karena tempat tinggal mereka berdekatan Abu Bakar menjalin persahabatan dengan Muhammad SAW setelah beliau menikah dengan khadijah dan menempati rumah istrinya itu. Usianya lebih muda dari usia Muhammad SAW, sekitar dua tahun lebih beberrapa bulan. Barangkali karena kesetaraan usia dan usaha dagangnya, Abu Bakar lebih memiliki keserasian dalam hal akhlak dan ketenangan jiwa dengan Rasulullah SAW. Demikian pula dengan keinginannya untuk meninggalkan adat-istiadat dan kepercayaan suku Quraisy.
Keserasian antara Abu Bakar dan Muhammad SAW yang menbersitkan nilai keabadian itu menimbulkan perbedaan pendapat pendapat para ahli sejarah mengenai jangka waktu persahabatan mereka. Sebagaian dari mereka menyebutlan bahwa persahabatan mereka telah terjadi jauh sebelum Muhammad diutus sebagai Nabi-Nya. Sedangkan pendapat lainyya menyebutkan bahwa persahabatan mereka dimulai sejak Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul. Sebab hubungan mereka sebelumnya hanyalah merupakan hubungan ketetanggaan dan persamaan kepribadian. Sebelum Muhammad diutus oleh Allah SWT, beliau suka mnyendiri dengan menjauhi pergaulan orang-orang Quraisy yang dinilai sesat. Maka tatkala beliau diuts oleh Allah SWT +untuk menyampaikan risalah, ingatan beliau tertuju kepada Abu Bakar yang cerdas itu. Wahyu Allah yang baru diterimanya, beliau sampaikan kepada Abu Bakar. Diajaknya Abu Bakar untuk mengikuti agama Allah SWT yang Mahatunggal dan Mahakuasa. Tanpa berpikir panjang Abu Bakar langsung menerima ajakan Muhammad SAW itu. Hatinya tidak pernah ragu menerima seruan sahabatnya. Sejak saat itulah jalinan hubungan antara keduanya mulai berjalan erat. Persahabatan itu bertambah kokoh karena kesungguhan dan kejujuran Abu Bakar dalam memegang keimanan kepada Muhammad SAW beserta Risalah yang dibawanya. Mengenai hal itu, Aisyah menuturkan: “sejak aku dewasa, aku mulai tahu bahwa kedua orangtuaku telah beragama Islam. Tidak pernah seharipun terlewati kecuali Rasulullah SAW datang pagi dan sore hari”.
Karena pergaulannya yang luas ditambah dengan keramah-tamahannya, Abu Bakar mampu mengajak orang lain untuk mengikuti jejaknya untuk memeluk agam Allah SWT, Berkat ajakannya beberapa orang kemudian masuk islam . Mereka antara lain adalah Abdurrahman ibn Auf, Utsman ibn Affan, Thalhah ibn Ubaidillah, Sa’ad ibn Abi Waqqash dan Zubair ibn Awwam. Menyusul kemudian Abu Ubaidah ibn Jarrah serta beberapa orang penduduk Mekah lainnya.
B. Pembaitan Abu Bakar
Sesudah Rasulullah wafat,kaum Ansar menghendaki agar orang yang akan jadi Khalifah dipilih dari kalangan mereka.Dalam pada itu Ali bin Abi Talib menginginkan agar beliaulah yang diangkat menjadi Khalifah, berdasarkan kedudukan beliau dalam Islam, apalagi beliau adalah menantu dan karib Nabi SAW. Tetapi bahagian terbanyak dari kaum Muslimin menghendaki Abu bakar, maka dipilihlah beliau jadi Khalifah,Orang-orang yang tadinya untuk memberikan bai’at kepada Abu bakar pun turut jejak langkah golongan terbanyak dari kaum Muslimin dan segera pula memberikan baiatnya.
Sesudah Abu Bakar dilantik menjadi Khalifah , beliau pun berpidato. Dalam pidatonya itu dijelaskan nya siasah pemerintahan yang akan belau jalankan. Dibawah ini kita kutip beberapa prinsip-prinsip yang diucapkannya dalam pidatonya itu.
Pidato Abu Bakar
Setelah selesai Orang membaiat itu, Abu Bakar pun berpidatolah, sebagai sambutan atas kepercayaan Orang banyak kepada dirinya itu, penting dan ringkas : ‘Wahai Manusia, sekarang aku telah menjabat pekerjaan kami ini, tetapi tdaklah aku Orang yang lebih baik daripada kamu. Maka jika aku telah berlaku baik dalam jabatanku, dukunglah aku. Tetapi kalo aku bersalah, tegakkanlah aku kembali. Kejujuran adalah suatu amanat, kedusataan adalah suatu khianat. Orang yang kuat di antara kamu, pada sisiku hanyalah lemah, sehingga hak si lemah aku tarik daripadanya. Orang lemah di sisimu, pada sisiku kuat, sebab akan ku ambilkan daripada si kuat akn haknya, insya Allah. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah SWT dan rasulnya..
C. Pemerintahan Khalifah Abu Bakar
Dapat kita lihat bahwa pemerintahannya tidaklah menggunakan kekuasaan Tuhan sebagaimana Fir’aun dari mesir atau brntuk pemerintahan lain yang di kenal di Eropa Tengah. Abu Bakar tidaklah menggunakan kekuasaan Allah bagi dirinya, tetapi ia berkuasa atas dukungan Orang-orang yang membai’atnya.
Pada saat dibai’at, Abu Bakar dipanggil oleh seseorang dengan “Ya Khalifatullah”, maka ia memutus kata-kata orang itu dengan berseteru, “Aku bukan khalifah Allah tetapi khalifah Rasulullah SAW”.
Yang dimaksud dengan khalifah Rasulullah SAW tudak lain bahwa dia hanyalah pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin muslimin serta mengarahkan kehidupan mereka agar tidak keluar dari batas-batas hokum Allah SWT, agar mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Menurutnya khalifah Allah hanyalah dikhususkan bagi Rasulullah SAW sehingga kedudukan itu tidak terpikirkan olehnya, sedangkan Rasulullah SAW adalah khatamul-anbiya’ wa al-mursalin. Kenabiannya tidaklah diwariskan kepada siapapun juga. Allah SWT telah memilihnya sebagai penyampai risalah-Nya, dan menurunkan kepadanya kitab yang benar. Dan telah disempurnakan bagi mukminin agama-Nya, juga nikmat-Nya atas mereka.
Sejak tumbuhnya dan dalam pelaksanannya, pemerintahan Abu Bakar sebenarnya bersifat Demokratis. Terpilihnya Abu Bakar adalah berdasarkan pemilihan umum. Ia di bai’at karena sifat dan kedudukannya di sisi Rasulullah SAW, bukan Karena keluarganya atau kefanatikan terhadap sukunya. Abu Bakar tidak minta agar dirinya dibai’at. Bahkan ia mencalonkan Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarraah agar kaum Muslimin membai’at salah satu dari keduanya Yang mereka inginkan. D. Administrasi dan Organisasi Pemerintaha Abu Bakar.
Pembagian tugas pemerintah kian hari semakin tampak kelihatan dan lebih nyata dari zaman pemerintahan Rasulullah, ketentuan pembagian tersebut adalah sebagai berikut :
a. Urusan Keuangan.
Urusan keuangan di pegang oleh Abu Ubaidah Amir bin jarrah yang mendapatkan nama julukan dari Rasulullah SAW “Orang kepercayaan Ummat”.
Menurut keterangan Al-Mukri bahwa yang mula-mula membentuk kas Negara atau baitullmall adalah Abu Bakar dan urusannya di serahkan kepada Abu Ubaidah Amir bin Jarrah. Kantor Baitulmall mula-mula terletak di kota Sunuh, satu batu dari Mesjid Nabawi dan tidak pernah di kawal. Pada suatu kali Orang berkata kepadanya, “Alangkah baiknya kalau Baitulmall di jaga dan di kawal”. Jawab Abu Bakar, “tak perlu karena di kunci”. Di kala Abu Bakar pindah kediamannya dekat Masjid Baitulmall atau kas Negara itu diletakkan di rumahnya sendiri. Tetapi boleh di katakana bahwa kas situ selalu kosong karena seluruh pembendaharaan yang datang langsung di bagi-bagi dan di pergunakan menurut perencanannya.
Sumber-sumber keuangan
Sumber-sumber keuangan yang utama di Zaman Abu Bakar adalah :
1.Zakat
2.Rampasan
3.Upeti
b. Urusan Kehakiman.
Sebagaiman kita ketahui bahwa Abu BAkar adalah seorang kepala Negara yang bertanggung jawab langsung (Presidentil Kabinet), maka pembantu-pembantunya (Menteri-menteri) adalah atas pertunjukannya sendiri. Dari itu untuk mengurus soal kehakiman di tunjuknyalah Umar bin Khattab.
Kaum Muslimin dan rakyat Madinah amat patuh kepada peraturan pemerintah yang di petik dari ajaran Agamanya. Soal Halal dan Haram, soal hak milik dan hubungan baik sesama Manusia adalah menjadi pedoman hidup mereka. Mereka tak membeda-bedakan antara peraturan pemerintah dan hukum Agama, bahkan mereka meyakinkan bahwa ajaran Agamalah yang melahirkan pemerintahan dan Negara Islam, seterusnya seluruh peraturan pemerintah diciptakan oleh syariat Islam. Berdasarka itu kepatuhan rakyat kepada hukum dan norma Islam adalah kepatuhan lahir dan batin yang betul-betul timbul dari hati sanubari dan keimanan.
Hal-hal yang Pertama kali Dilakukan Oleh Abu Bakar.
Diantaranya ialah : Dia Orang yang pertama kali masuk Islam, yang pertama kali menghimpun Al Qur’an, yang pertama kali menamakan Al Quran sebagai Mushaf. Dan dia juga adalah yang pertama kali dinamakan Khalifah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Mulaikah dia berkata, dikatakan kepada Abu Bakar : Wahai Khalifah Allah!Abu Bakar menjawab, “Saya Khalifah Rasulullah”, dan saya ridha dengannya.
Dia adalah Orang yang memangku jabatan Khalifah sedangkan Ayahnya masih hidup. Dia juga adalah Khalifah yang rakyatnya memberi dana.
E. Wafatnya Abu Bakar.
Wafatnya Abu Bakar pada tahun 13 H malam selasa, 7 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun, dan kekhalifahannya berjalan selama 2 tahun 3 bulan dan 10 hari, dan dimakamkan di rumah ‘Aisyah disamping makam Nabi Muhammad SAW
KESIMPULAN
Dengan keramahan dan kelembutannya Abu Bakar menerima ajakan dan ajaran Nabi Muhammad SAW dan bisa mengajak beberapa temannya untuk memeluk Islam.
Peran Abu Bakar dalam sejarah sangatlah menentukan sebab saat-saat itulah sejarah memasuki masa transisi dari kepemimpinan seorang Rasul ketangan manusia biasa. Disinilah letak spesifikasi Abu Bakar yang tak bisa disamai oleh pemeran sejarah lainnya.
Dengan ciri khasnya yang cerdas dan berkepribadian lembut, Abu Bakar menjadi “Aktor” paling tepat menghadapi periode kepemimpinan umat sepeninggal Rasulullah SAW. Periode ini sungguh sangat sulit dan rumit. Tetapi nampaknya isyarat pengkanderan “dirinya sebagai khalifatu-rasulillah telah dipersiapkan oleh zaman sejak awal. Peran-perannya sebagai imam shalat menggantikan tugas Rasulullah SAW penyerta hijrah Nabi dan pedamping setia sepak terjang Rasulullah, merupakan “ayat-ayat”akan perannya sebagai khalifatu-rasulillah
DAFTAR PUSTAKA
Haikal, Muhammad husain; Biografi Abu Bakar Ah-shiddiq, Qishti Press, Jakarta : 2007;
Hamka; Sejarah Umat Islam, Pustaka Nasional PTE LTD Singapura 1994;
Assuyuthi; Tarikh Khulafa,Pustaka Al-kautsar, Jakarta : 2001;
Thaha, Haji Nashruddin;Pemerintahan Abu Bakar, Mutiara Jakarta,Jakarta : 1979;
Shalaby, Ahmad dkk, Sejarah Dan kebudayaan Islam, Pustaka Nasional PTE LTD Singapura : 1970;
Ramadhan, sa’id, Fiqhussirrah Nabawiyah, Dar Al-Fikr,Beirut : 2003;
Sumber : http://wildaznov11.blogspot.com/search/label/Sejarah%20Peradaban%20Islam



JIKA SOBAT KESULITAN DALAM MENDAPATKAN FILE INI , SOBAT BISA MENDAPATKAN DENGAN MENGKLIK DI BAWAH INI

 

PERADABAN ISLAM


  1. PENGERTIAN PERADABAN
Kata Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan. Tetapi dalam B. Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah Civilization untuk peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam B. Arab dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan), dan Tamaddun (peradaban)
Menurut A.A. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban diartikan dalam dua cara:
1)      proses menjadi berkeadaban, dan
2)      suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
Suatu peradaban ditunjukkan dalam gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota besar, masyarakat telah memiliki keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan, pembangunan, pengangkutan dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik dalam kesenian yang indah-indah.
Adapun kebudayaan diartikan bersifat sosiologis di satu sisi dan antropologis di sisi lain. Istilah kebudayan (culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara mengerjakan tanah, memelihara tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. Dalam latihan ini memerlukan proses dan mengembangkan cipta, karsa, dan rasa manusia. Maka culture adalah civilization dalam arti perkembangan jiwa.
Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.

B. MERAIH KEJAYAAN ISLAM DENGAN IPTEK
Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun tentang kebangkitan suatu peradaban, jika umat Islam ingin membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia belaka.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi, kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya.
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Maka dari itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan Islam. Orang mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan. Namun, sejatinya faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang mengarahkan seseorang untuk memberi respon seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Dari sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan peradaban Islam.
Lebih penting dari ilmu dan pemikiran yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah intelektual. Ia berfungsi sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran tersebut. Bahkan perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual. Ini bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat dan Islam. Di Barat ide-ide para pemikir, seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John Dewey, Adam Smith dan sebagainya adalah pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah pemikiran masyarakat.
Demikian pula dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan membangun pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan Islam.
Guna memuluskan jalan menuju kebangkitan peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar, mengkaji, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan umat Islam berada di atas nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi khairu ummah sebagaimana yang disinyalir QS Ali Imran [3]: 110.

C. DASAR-DASAR PERADABAN ISLAM
Analisis Historis Dan Konstektual Dalam Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah kesepakatan keimanan seluruh kaum muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah agama yang dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan ini didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembir Dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidakmengetahui”. Dalam teks lain dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir yang dibawa oleh agama ini adalah kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21: 107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan ciptaan Tuhan Dan semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim, menempati posisi yang sama di hadapan-Nya.
Hal ini dinyatakan secara eksplisit Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian terdiri dari laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan pernyataan paling tegas mengenal universalitas Islam Totalitas Islam pada sisi lain muncul Dalam konsep “Trilogi Islam”. Trilogi ini merupakan ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi keimanan. Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan Tuhan;, pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat” (metafisika). Dimensi ini biasanya juga dikenal dengan istilah “aqidah”.
Kedua adalah dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku personal dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar personal. Dimensi ini biasanya disebut “syari’ah”. Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para ulama Islam sebagai : aturan ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan mu’amalat atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala persoalannya.
Dimensi ketiga adalah aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang diharapkan akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah. Ini biasanya disebut juga dimensi “tasawuf/akhlaq”.Seluruh dimensi ajaran Islam tersebut diambil dari sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits Nabi. Kedua sumber utama Islam ini mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan bagi hidup Dan kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : “Kami tidak melupakan sesuatupun di Dalam al Kitab”. Q.S.Al An’am,6:38). Dari sini para ulama kemudian mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia Dalam ruang Dan waktu yang berbeda-beda Dan berubah-ubah.
Ekplorasi Dan pengembangan tersebut dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad, Istinbat atau Ilhaq al Masail bi Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik dengan aktifitas intelektual. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah intelektual Islam yang maha kaya Dalam beragam disiplin ilmu pengetahuan Dan teknologi. Inilah yang kemudian menciptakan peradaban Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif Dalam sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama Islam.Menelusuri aktifitas intelektual kaum muslimin pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam Klasik ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara ilmu pengetahuan Agama Dan pengetahuan umum (sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis ilmu pengetahuan adalah ilmu Allah yang mahakaya. Bahkan pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif produk-produk ilmu pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang filsafat Dan fisika.
Aspek Hukum Islam Pada tataranpengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa bergerak Dan ruang Dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling mudah dipahami banyak orang. Maka sampai abad ke IV H, peradaban Islam telah menghasilan ratusan para ahli hukum Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris al Syafi’i Dan Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk mengeksploitasi Dan mengembangkan hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa berkembang. Masing-masing dengan metodanya Dan kecenderungannya sendiri-sendiri.
Produk-produk hukum mereka yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan “fiqh”, senantiasa memiliki relevansi dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan pola fiqh ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan : Mazhab Hanafi adalah mazhab ahl al Ra’y (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab “muhafizhin” (menjaga tradisi), Syafi’i mazhab al Tawassuth, Dan Hanbali ; mazhab “mutasyaddidin”. Pembagian pola atau katagorisasi ini tentu saja tidak bersifat absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau umum.
Satu hal yang sangat menarik adalah bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa saling menghargai pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan mereka adalah “Ra’yuna Shawab Yahtamil al Khatha’ wa Ra’yu Ghairina Khatha Yahtamil al Shawab” (pendapat kami benar tetapi boleh jadi keliru, Dan pendapat selain kami keliru tetapi mungkin saja benar).Sikap menghargai pandangan orang lain yang berbeda ditunjukkan oleh Imam Malik bin Anas melalui penolakannya terhadap Khalifah dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang menghendaki kitab;Al Muwattha; sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada Khalifah beliau mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini telah berkembang berbagai tradisi hukum sesuai dengan kemaslahatan setempat.
Beberapa hal yang bisa dijadikan dasar kontekstualisasi adalah :Mengkaji substansi, kausalita;
hukum yang terdapat Dalam teks. Cara ini sejalan dengan kaedah fiqh :
Ø         Mengkaji sosio-kultural Dan Politik yang melatarbelakangi teks-teks fiqh Klasik
Ø         Menjadikan realitas sosial baru sebagai bahan Analisis bagi kemungkinan dilakukannya perubahan hukum. Ini sejalan
Ø         dengan kaedah “Taghayyur al Ahkam bi Taghayyur al Ahwal wa al Azminah wa al Amkinah”(hukum bias
Ø         berubah karena perubahan keadaan, zaman Dan tempat).
Ø         Perubahan hukum tersebut harus selalu mengacu pada empat hal : Keadilan,
Ø         Kemaslahatan, Ke Kerahmatan Dan Kebijaksanaan.


D. PRIODESASI PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM
Sejak awal, Rasulullah SAW tidak pernah mengajar sistem feodal atau monarki. Maka, pemilihan khalifah (pada masa khulafaur rasyidin) dilakukan dengan tiga model pemilihan: aklamasi; penunjukan; atau (ketiga) melalui tim formatur (dewan syura).
Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan (prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan. Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si miskin, dan raja dengan rakyat. Tidak ada kasta-kasta dalam Islam.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
Semasa Dinasti Umayyah (Amawiyah) berkuasa (661-770M), banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos dan giro serta penasihat khusus di bidang politik.
Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan.
Wilayah kekuasaan Umayyah berkembang di sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol. Sebelah timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan Spanyol.
Astronomi, astronom pertama Muslim Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat astrolobe atau alat ukur ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari (850M) sebagai dokter pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh kedokteran lainnya adalah Ibnu Sina, Al Razi dan Al Farabi.
Sementara di bidang kimia, muncul Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan Muslim lainnya ketika itu adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul pula sejarawan seperti Ahmad al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Sedang ahli ilmu bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M). Khusus di bidang hadits, dilakukan penyempurnaan, pembukuan dan pencatatan dari hafalan para sahabat. Mulailah dilakukan pengklasifikasian secara sistematis dan krologis, sehingga muncul apa yang kita kenal sebagai hadits shahih, dhaif, maudhu.
Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi sebuah hadits . Apa yang disajikan Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam terbitan Rajawali Pers (PT Raja Grafindo Perkasa) ini membuktikan argumentasi reformis Islam asal Mesir Muhammad Abduh bahwa sangat tidak benar (persangkaan Barat selama ini) mengaitkan Islam dengan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Justru Baratlah yang kemudian mencomot apa-apa yang terbaik dari peradaban Islam. Pecahnya kekhalifahan Umayyah adalah penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang bersifat demokrasi menjadi monarki absolut.
Demikian pula Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun temurun. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap daulat-daulat kecil, maka pecahlah kekuasaan kekhalifahan.
Di wilayah Barat, Andalusia, Dinasti Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman Nasr menjadi khalifah/Amir Al-Mukminin. Kekuasaan Umayyah dihancurkan Abbasiyah, karena ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik berkepanjangan dengan kaum Syiah. Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan Tartar dari Mongolia, ketika kejayaannya juga terus merosot dan lemah.
Ajid Thohir secara sistematis menyajikan bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan dunia Islam ini berjaya dan jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Ir Soekarno.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Peradaban seringkali diartikan sama dengan kebudayaan menurut a.a. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (latin) atau civil (inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.

B. SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/1 semester empat pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang sejarah peradaban islam karena agar kita lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban tejadi yang pada makalah ini dititik beratkan pada peradaban islam.



DAFTAR PUSTAKA
Science And Civilization in islam, pengarang : seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble Books, State University of New York dialih bahasakan oleh DR. yazid penerbit Press, 1993
Abu Ishaq al Syathibi, dalam bukunya Al Muwafaqat fi Ushul al Syari’ah, Maktabah Tijariyah Kubra, Kairo diterjemahlkan oleh. Mukhsin dkk diterbitkan oleh yayasan UIN Jakarta- mei 2006
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir Cetakan I: September 2004 + 364 halaman
http://salas-download.blogspot.com/2010/06/peradaban-islam.html


JIKA SOBAT KESULITAN DALAM MENDAPATKAN FILE INI , SOBAT BISA MENDAPATKAN DENGAN MENGKLIK DI BAWAH INI


adf.ly

http://adf.ly/?id=1499578