wCSUfbj0jCfxbkpQufYnAiiwrifpe8kDKSjPJHFZ

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 17 April 2012

PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Ada yang berpandangan bahwa filsafat adalah wilayah pemikiran yang dapat mempengaruhi tingkat keberimanan seseorang. Karena itu, dapatlah dimengerti jika pada anggapan ini filsafat diletakkan sebagai wilayah yang haram disentuh dan dipelajari. Sebenarnya mempelajari filsafat tidaklah sulit yang dibayangkan sebagian orang. Sebab filsafat pada kenyatannya adalah urusan yang bertalian dengan hidup dan konteks manusia dalam melibatkan sejarahnya. Filsafat merupakan bagian dari hidup manusia sendiri. Pemikiran filosofis dilihat dari sudut ini adalah bentuk pemikiran reflektif yang melihat hidup dari sisi yang lebih dalam dan bermakna.
            Pertanyaan tentang keadilan, hak asasi manusia, makna hidup dan hendak kemana manusia setelah mati merupakan medan pemikiran reflektif filosofis. Karena filsafat melihat segala sesuatu dari sudut yang mendalam, filsafat cendrung radikal, mempertanyakan segala sesuatu secara mendasar dan tidak mau melihat gejala yang nampak sebagai hal yang biasa-biasa saja.
            Filsafat adalah seni bertanya, mengapa ini begini, kenapa tidak begitu. Pertanyaan demikian adalah spirit dan inti filsafat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para filsuf melahirkan jawaban-jawaban yang serius dan berimplikasi besar yang kemudian mempengaruhi cara pandang manusia dalam melihat dan mengerti kompleksitas kehidupan (Bambang:2003:5). Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. Jadi dapat disimpulan, bahwa :
       Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
       Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
       Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
       Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
       Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
            Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada di filsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
            Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat Pendidikan
Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti kebijkasanaan (philein-cinta, dan Sophia=hikmah, kebijaksanaan). Ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata philos (keinginan) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan), dan ada juga yang mengatakan berasal dari kata phia (mengutamakan, lebih suka) dan Sophia (hikmah, kebijksanaan) (Fathurrahman Djamil:1999:1). Jadi filsafat berarti mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan.
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa filsafat berarti alam berpikir, dan berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir bisa disebut berfilsafat. Berpikir yang disebut berfilsafat adalah berpikir dengan isaf, yaitu berpikir dengan teliti dan menurut suatu aturan yang pasti. Harun Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental, dan pokok serta bertanggungjawab, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Fathurrahman Djamil:1999:2).
Suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba  mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional, dan mendalam. Kesimpulan filsafat bersifat hakiki, meskipun masih relatif dan subyektif. Filfasat dipandang sebagai induknya ilmu pengetahuan atau yang melahirkan ilmu pengetahuan. Bahkan karena kedudukannya yang tinggi, filsafat disebut pula sebagai ratu ilmu pengetahuan (queen of knowledge) (Mohammad Noor Syam:1984:16).
Will Durant mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan seni.Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan, tahap religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system pengetahua di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif (Jujun S Suriasumantri:1990:25).
     Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, dia pun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja tiap zaman mempunyai masalah yang merupakan mode pada waktu itu.
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat kemudian bertambah lagi yakni, pertama, teori tentang ada; tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; dan kedua, politik; yakni kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik di antaranya filsafat pendidikan. Cabang-cabang filsafat antara lain: 1) Epistemologi (filsafat pengetahuan), 2) etika (filsafat moral), 3) estetika (filsafat seni), 4) metafisika, 5) politik (filsafat pemerintahan), 6) filsafat agama, 7) filsafat ilmu, 8) filsafat pendidikan, 9) filsafat hukum, 10) filsafat sejarah, 11) filsafat matematika ((Jujun S Suriasumantri:1990:32).

B.     Hubungan Pendidikan dan Filsafat
Pendidikan dan filsafat tak terpisahkan sebab tujuan pendidikan adalah juga tujuan filsafat-kebijaksanaan; dan jalan yang ditempuh filsafat adalah juga jalan yang dilalui pendidikan-bertanya dan menyelidiki yang dapat membimbing ke arah kebijaksanaan. Berfilsafat dan mendidik adalah dua phase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nila-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan dengan cara ini demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya di dalam kehidupan mereka.
Menurut Brauner dan Burns peranan filsafat pendidikan suatu komponen (sebagai) aktivitas berfilsafat ialah untuk membantu tujuan-tujuan pedagogis yang dapat kita tetapkan meliputi empat aspek yang saling berhubungan yaitu: fungsi analisa, evaluasi, spekulatif dan integrative (Mohammad Noor Syam:1984:45).
Bahkan sesungguhnya tak ada satu konsepsi dan ide pendidikan tanpa ide dan latarbelakang filsafat. Apakah yang hendak diamati oleh pendidikan, bagaimana konsepsi pelaksanaan pendidikan amat tergantung kepada latarbelakang nilai-nilai filsafat. Tetapi konsepsi pendidikan sebagai suatu fungsi dan proses sosial tak akan mempunyai arti secara definitif tanpa lebih dahulu adanya suatu gambaran jenis masyarakat ideal.
Bagaimana wujud masyarakat ideal yang hendak kita ciptakan melalui proses pendidikan, bukan sekedar gambaran dari satu pemikiran seorang tokoh atau pikiran seorang filosof. Gambaran masyarakat ideal sudah mempunyai dasar-dasar filosofis di dalam sosio kultural suatu masyarakat, suatu bangsa. Gambaran masyarakat ideal adalah produk ide-ide filsafat yang melembaga dalam tata hidup masyarakat, telah tumbuh sebagai bagian daripada sosio kultural yang sesuai dengan sosio-psikologis, atau kepribadian suatu bangsa inilah yang akan tumbuh sebagai realita, sebagai filsafat hidup.[1]
Misalnya, apa yang kita ketahui tentang ajaran filsafat Pancasila sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, nilai-nilai filsafat Pancasila pada dasarnya telah menjadi sosio-kultural, bahkan merupakan kepribadian Indonesia. Oleh sebab itu ketika Indonesia merdeka, ajaran filsafat tersebut didudukkan secara formal sebagai filsafat negara, hanyalah merupakan proses restorasi (penempatan pada kedudukannya yang wajar).
Mengapa masalah-masalah pendidikan merupakan bagian  daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persolan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realitis (Imam, Barnadib:1988:15).
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis dipandang sebagai pikiran–pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia. Padahal, pikiran filosofis ialah pikiran murni yang berusaha mengerti segala sesuatu secara hakiki, ingin mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas faktor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui intuisi.[2] Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan pendidikan seperti akan nyata di bawah ini, bahwa analisa persoalan tidak mungkin semata-mata melalui analisa ilmiah. Sebab masalahnya memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1.       Apakah pendidikan itu bermanfaat, atau mungkin, guna membina kepribadian manusia, atau tidak. Apakah potensi-hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar (alam sekitar dan pendidikan). Mengapa anak yang potensi hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana diharapkan. Sebaliknya, mengapa seorang anak yang abnormal, potensi-hereditasnya relatif rendah, meskipun didik dengan positif dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang normal.
 2.      apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya. Apakah pendidikan itu guna individu sendiri, atau untuk kepentingan sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan bagi pembinaan manusia pribadi, ataukah untuk masyarakatnya. Apakah pembinaan pribadi manusia itu demi hidup yang riil dalam masyarakat dan dunia ini ataukah bagi kehidupan akherat yang kekal.
3.       apakah hakekat masyarakat itu, dan bagaimana  kedudukan individu di dalam masyarakat; apakah pribadi itu independen ataukah dependent di dalam masyarakat. Apakah hakekat pribadi manusia, manakah yang utama yang sesungguhnya baik untuk pendidikan bagi manusia, ataukah perasaan (akal, intelek atau akalnya, ataukah kemauan, ataukah perasaan (akal, karsa, rasa); apakah pendidikan jasmani atakukah rohani dan moral yang lebih utama. Ataukah pendidikan kecakapan-kecakapan praktis (skill), jasmani yang sehat, ataukah semunya.
4.       untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal, apakah isi pendidikan (curriculum) yang diutamakan yang relevan dengan pembinaan kepribadian sekaligus kecakapan memangku suatu jabatan di dalam masyarakat. Apakah curriculum yang luas dengan konsekuensi kurang intensif ataukah dengan curriculum yang terbatas tetapi intensif penguasaannya sehingga praktis.
5.       bagaimana atas penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan otonomi, oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan leadership yang instruktif ataukah secara demokratis. Bagaimana metode pendidikan yang efektif membina kepribadian baik teoritis-ilmiah, kepemimpinan, maupun moral dan aspek-aspek sosial dan skill yang praktis.Filsafat pendidikan pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu tentang pengertian filsafat terutama dengan hubungannya dengan masalah pendidikan khususnya pendidikan Islam (Zuhairini:1994:32).
Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli, Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis (Imam Barnadib:1997:24).
Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan

D. Peranan Filsafat Pendidikan
            Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu.
            Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
            Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.[3]
            Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini diakuisebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsidan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih daripadanya hanya pendidikan formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses pendidikan kembangankepribadian manusia. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
            Meskipun pengaruh pendidikan informal ini tak terukur dalam perkembangan pribadi, tapi tetapdiakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang sederhana.Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tatapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikaninformal yang relatif baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah, pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak,genarasi muda.
                Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.[4]
            Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti dimaksud diatas, dilukiskan oleh Prof.Richey dalam buku “Planning for Teaching, an Intriduction to Educatiomn”, antara lain sebagai berikut :Istilah “pendidikan” berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikankehidupan suatu masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang efensial yangmemungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang.
            Di dalam masyarakat yang kompleks/modern,fungsi pendidikan ini mengalamai proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yangtetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolahFilsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja didalamnya. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijaksana, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negara. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
            Prof Brubacher dalam buku “Modren Philosphies of education” menulis tentang fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok pemikirannya tentang fungsi filsafat pendidikan, yang akan dibahas berikut ini :
1.      Fungsi Spekulatif
            Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencobamerumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segiilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannyadengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendidikan.
2.      Fungsi Normatif
            Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya norma moral yang bagaimanasebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnyamembentuk kebudayaan.

3.      Fungsi Kritik
            Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan danmenafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupunachievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif atas sesuatu, untuk mendapatkesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asmsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat haruskompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya dengan datadan argumentasi yang tak didapatkna dari data ilmiah.

4.      Fungsi Teori dan Praktek
            Semua ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsiteori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip- prinsip umum bagi suatu praktek.

5.      Fungsi Integratif
            Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau ronya pendidikan, maka fungiintegratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asasnormatif dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam mengkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi(Usiono:2006:98-99).

            Jika kita ingin menkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat yaitu, metafisika, epistimologi, dan aksiologi.

  Metafisika dan Pendidikan
            Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia :
         Manusia adalah makhluk jasmani rohani
         Manusia adalah makhluk individual sosialü
         Manusia adalah makhluk yang bebas
         Manusia adalah makhluk menyeluruh.[5]
            Metafisika merupakan bagian dari filsafat yang mempelajari masalah hakikat ; hakikat dunia,hakikat manusia,termasuk di dsalam nya hakikat anak.Mempelajari metafisika bagi filsafat pendidikan diperlukan untuk mengontrol secara implisit tujuan pendidikan,untuk mengetahui bagaimana dunia anak,apakah ia merupakan mahkluk rohani atau jasmani saja,atau keduanya
             Metafisika memiliki implikasi-implikasi pentinguntuk pendidikan karena kurikulum sekolah berdasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai realitas.Dan apa yang kita ketahui mengenai realitas itu di kendalikan/didorong oleh jenis-jenis pertanyaan yang di ajukan mengenai dunia.Pada kenyataan nya,setiap posisi yang berkenaan dengan apa yang harus di ajarkan sekolah di belakangnya memiliki suatu pandangan realitas tertentu,sejumlah respons tertentu pada pertanyaan-pertanyaan metafisika (Usiono:2006:100). Metafisika terbagi dua , yaitu :
  Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kuasa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono:2007:144).
Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa obyek formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Hal senada juga dilontarkan oleh Jujun Suriasumantri, bahwa ontologi membahas apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada (Jujun S. Suriasumantri:2003:34).
  Metafisika Khusus
            Di dalam persoalan metafisika khusus ada beberapa permasalahan yang dibahas di dalamnya, antara lain :
         Teology
Teologi memiliki makna yang sangat luas dan dalam. Adapun yang dimaksud dengan teologi dalam ruang lingkup metafisika adalah filsafat ketuhanan yang bertitik tolak semata-mata kepada kejadian alam (teologi naturalis). Dalam bukunya yang berjudul philosophie, karl Jaspers memberikan pembahasan mengenai berbagai cara yang dapat menyebabkan manusia mempunyai keinsafan tentang adanya tuhan, berdasarkan atas sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra.
            Pertama-tama terdapat suatu cara yang formal, yang menunjukkan bahwa segenap pengertian hakiki dimiliki oleh manusia pada adanya sesuatu yang tidak terbatas, yang menyebabkan manusia menginsafi bahwa tuhan terdapat jauh di dalam lubuk hatinya. Juga terdapat cara simbolik yang terdapat di dalam mitos serta tulisan tangan tentang adanya tuhan. Ada beberapa pembahasn dalam hal ini, antara lain :
a.       Teologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang Tuhan.Mengajukan Pertanyaan-Pertanyaan sekitar Tuhan dan bagaimana hubungannya dengan realitas,bagaimana hubungan Tuhan dengan manusia dan dengan kosmos.

b.      Kosmologi
          Kosmologi membicarakan realitas jagat raya,yakni keseluruhan sistem alam semesta.Kosmologi terbatas pada realitas yang lebih nyata,yaitu alam fisik ,tidak mungkin pengamatan dan penghayatan indra mampu mencakupnya.Oleh karena itu,kosmologi menghayati realitas kosmos secara intelektual

c.       Manusia
     Seperti Yang Telah diuraikan,bahwa metafisika mempersoalkan hakikat realitas, termasuk hakikat manusia dan hakikat anak.Pendidikan merupakan kegiatan khas manusiawi
         Manusia sebagai makhluk individu
            Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk individu yang unik,berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.Tidak ada manusia yang persis sama diciptakan Tuhan di jagat raya ini,walaupun pada anak  (manusia) kembar sekalipun.Secara fisik mungkin manusia akan memiliki banyak persamaan,namun secara psikologis rohaniah akan banyak menunjukkan perbedaan.

         Manusia sebagai makhluk sosial
            Manusia Lahir ke dunia dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa,ia lahir dalam keadaan tidak berdaya.Namun,bersamaan dengan itu,ia lahir memiliki potensi kemanusiaan berupa kekuatan pendengaran,kekuatan penglihatan ,dan budi nurani.Potensi kemanusiaan tersebut merupakan modal dasar bagi manusia untuk berkembang menjadi dirinya sendiri.
         Manusia sebagai makhluk susila
            Manusia yang lahir dilengkapi denagan kata hati atau hati nurani,yang memungkinkan ia memiliki potensi untuk dapat membedakan perbuatan baik dan buruk ,sehingga ia dapat memiliki pengetahuan  yang berkaitan dengan itu.Manusia sebagai makhluk susila mampu memikirkan dan menciptakan norma-norma.
         Manusia sebagai makhluk ber-Tuhan
            Manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi dan mampu mengadakan komunikasi dengan Tuhan sebagai maha pencipta alam semesta.

1.      Epistemologi dan pendidikan
            Kumpulan pertanyaan berikutnya yang berhubungan dengan para guru adalah epistimologi.Pertanyaan-pertanyaan ini semuanya terfokus pada pengetahuan: Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung?. Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah Kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? Dan pada akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?

2.      Akisologi dan Pendidikan
            Akisologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendidikan , karena dunia nilai akan selalui dipertimbangkan,atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan perbuatan pendidikan. Brubacher mengemukakan tentang hubungan antar asikologi dengan pendidikan.
            Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan pendidikan seperti akan nyata dibawah ini, mengertilah kita bahwa analisa ilmiah. Sebab masalahnya memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1.      Apakah pendidikan itu bermanfaat, atau mungkin berguna membina kepribadian manusia atau tidak. Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar (alam sekitar dan kpribadian).
2.      Mengapa anak yang potensinya hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana yang diharapkan. Sebaliknya, mengapa seoraang anak abnormal, potensi-hereditasnya relatif rendah, meskipun di didik dengan positif dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang normal.
3.      Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya. Apakah pendidikan itu berguna untuk individu sendiri, atau untuk kepentingan sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan untuk pembinaan manusia pribadi, apakah untuk masyarakat.
4.      Apakah hakikat masyarakat itu, dan bagaimana kedudukan individu di dalam masyarakat, apakah pribadi itu independent ataukah dependent di dalam masyarakat.
5.      Apakah hakikat pribadi itu, manakah yang utama untuk dididik, apakah ilmu, intelek atau akalnya, ataukah kemauannya.
6.      Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan otomi, oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan kepemimpinan yang instruktif ataukah secara demokratis.
7.      Bagaimana metode pendidikan yang efektif untuk membina kepribadian.

            Tiap-tiap pendidik seogianya mengerti bagaimana jawaban-jawaban yang tepat atas problema di atas, sehingga dalam melaksanakan fungsinya akan lebih mantap. Mereka yang memilih propesi keguruan sepantasnya mengerti latar belakang kebijaksanaan strategi dan politik pendidikan pada umumnya, khususnya pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawabnya. Asas kesadaran kebenaran-kebenaran dari jawaban tersebut merupakan prinsip-prinsip yang pudamental untuk keberhasilan tugas pendidikan.
            Dengan mengerti asas-asas dan nilai filosofis itu dan mendasarkan segenap pelaksanaan pendidikan menjadi norma-norma pendidikan. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan asas normatif di dalam pendidikan, yaitu norma-norma yang berlaku di dalam dunia pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
http://mjulijanto.wordpress.com/2010/05/19/pengantar-filsafat-pendidikan/
http://www.anakciremai.com/2008/08/analisis-filsafat-dan-teori-pendidikan.html
http://van88.wordpress.com/dasar-tujuan-dan-peranan-filsafat/
http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-pengembangan-ilmu-pendidikan/
http://edu-articles.com/guru-dan-filsafat-pendidikan/


IKA SOBAT KESULITAN MENDAPATKAN FILE INI , SOBAT BISA DAPATKAN DENGAN CARA MENGKLIK DI BAWAH INI


SEJARAH PERADABAN ISLAM KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM



MAKALAH

I.                    PENDAHULUAN

Kemunculan tiga kerajaan islam yaitu Kerajaan Turki Ustmani, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan peradaban islam.
Kerajaan Usmani meraih puncak kejayaan dibawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) di kerajaan safawi, Syah Abbas I membawa kerajaan tersebut meraih kemajuan dalam 40 tahun periode kepemerintahannya dari tahun 1588-1628 M. Dan di Kerajaan Mughal meraih masa keemasan di bawah Sultan Akbar (1542-1605 M).
Seperti takdir yang telah Allah tentukan disetiap kejayaan tentu akan berganti dengan kemunduran bahkan sebuah kehancuran. Demikian pula yang terjadi pada ketiga kerajaan tersebut. Setelah pemerintahan yang gilang gemilang dibawah kepemimpinan tiga raja itu, masing-masing kerajaan mengalami fase kemunduran. Akan tetapi penyebab kemunduran tersebut berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kemunduran-krmunduran inilah yang akan penulis bahas dalam makalah ini. Karena pengaruhnya sangat besar terhadap kelangsungan peradaban Islam secara keseluruhan.


II. RUMUSAN MASALAH

A. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
B. Kemunduran dan Kehancuran Mughal di India
C. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Turki Usmani


III. PEMBAHASAN

A. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan safawi di Persia meraih puncak keemasan dibawah pemerintahan syah Abbas I selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawi sebagai kompetitor seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani. Bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaan ini lebih menonjol daripada kerajaan turki usmani, khususnya ilmu filsafat yang berkembang amat pesat. Hurmuz sebagai pelabuhan utama berhasil dikuasai oleh Abbas I sehingga wilayah ini mampu memjamin kehidupan perekonomian Safawi.
Tanda-tanda kemunduran kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Syah Abbas I. Secara berturut-turut syah yang menggantikan abbas I adalah:

1. Safi Mirza (1628-1642 M)
2. Abbas II (1642-1667 M)
3. Sulaiman (1667-1694 M)
4. Husain (1694-1722 M)
5. Tahmasp II (1722-1732 M)
6. Abbas III (1733-1736 M).
Banyak faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan safawi, diantaranya dari perebutan kekuasaan dikalangan keluarga kerajaan. Diakui bahwa Syah-syah yang menggantikan Abbas I sangat lemah. Safi Mirza merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan ini dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa pemerintahan Mirza inilah kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah Afganistan) lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan. Baghdad sendiri direbut oleh Kerajaan Usmani. Abaas II konon seorang raja pemabuk, akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa direbut kembali. Kebiasaan mabuk inilah yang menamatkan riwayatnya. Demikian halnya dengan sulaiman, ia seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar istana yang dicurigainya. Selama tujuh tahun ia tak pernah memerintah kerajaan.
Diyakini, konflik dengan turki Usmani adalah sebab pertama yang menjadikan Safawi mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih kuat dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh konflik Sunni-Syi’ah.
Syah Husain adalah raja yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu kefanatikan tehadap Syi’ah. Karena dia lah ulama syi’ah berani memaksakan pendiriannya terhadap golongan sunni. Inilah yang menyebabkan timbulnya kemarahan golongan sunni di afganistan. Dan pemberontakan inilah yang mengakhiri kisah kerajaan safawi.
Pemberontakan bangsa afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang berhasil menduduki Mashad.
Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Di bawahnyalah, keberhasilan menyatukan suku afgan dengan suku ardabil. Dengan kekuatan yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut wilayah afgan dari tangan safawi. Bahkan ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut. Penyerangan demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud diangkat menajdi gubernur di Qandahar dengan gelar husain Quli Khan yang berarti Budak Husain.
Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota safawi itu selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan kemenangan.
Tak menerima semua ini, Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain dengan dukungan penuh suku Qazar dari rusia, memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada 1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir khan dari suku afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa afgan yang menduduki Isfahan.
Asyraf sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut. Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa lagi.
Pada Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah strategi politik Nadir Khan karena pada tanggal 8 maret 1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa persia dari abbas III. Maka berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.
Kehancuran safawi juga dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca penggantian tentara Qizilbash. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak dilatih secara penuh dalam memahami seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan qizilbash tidak memiliki mental yang kuat dibandingkan dengan para pendahulu mereka. Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat lemah dan mudah diserang oleh lawan.
B. Kemunduran dan Kehancuran Mughal di India
Setelah Sultan Akbar wafat, selanjutnya kepemimpinan kerajaan ini masih di pegang para raja-raja besar seperti Jengahir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Ketiga raja ini masih dapat mempertahankan kemajuan yang dicapai pada masa Sultan Akbar.
Namun, setelah sepeninggalan Aurangzeb pada tahun 1707 M, kesultanan mughal mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran karena generasi pemimpin selanjutanya sangat lemah. Tercatat sultan-sultan pasca Aurangzeb adalah sebagai berikut:
1. Bahadur Syah I (1707-1712 M)
2. Azimusyah (1712-1713 M)
3. Farukh siyar (1713-1719 M)
4. Muhammad syah (1719-1748 M)
5. Ahmad Syah (1748-1754 M)
6. Alamghir II (1754-1759 M)
7. Syah Alam (1761-1806 M)
8. Akbar II (1806-1837 M).
9. Bahadur Syah II (1837-1858 M)
Kemunduran ini ditandai dengan konflik dikalangan keluarga kerajaan, yang intinya adalah saling berebut kekuasaan. Keturunan Babur hampir semuanya memiliki watak yang keras dan ambisius, sebagaimana nenek moyang mereka yaitu Timur Lenk yang juga memiliki sifat demikian.
Ketika Jahangir (putera Sultan Akbar) menggantikan Abbas I, mendapat tentangan dari saudaranya Khusraw, yang juga ingin tampil sebagai penguasa Mughal. Lalu saat Syah Jihan menggantikan Jahangir, giliran ibu tiri beliau yang menentang karena ingin anaknya yaitu Khurram, menggantikan Jahangir. Begitupun saat Syah Jehan mulai mendekati ajalnya, anak-anak Syah Jehan diantaranya Aurangzeb, Dara Siqah, Shujah, dan Murad Bakhs saling berebut kekuasaan hingga menyebabkan perang saudara yang berkepanjangan.
Faktor lainnya yang sangat berpengaruh adalah serangan dari kerajaan atau kekuatan luar. Serangan ini mulanya dilakukan oleh kerajaan Safawi di persia yang memperebutkan wilayah Qandahar. Pada 1622 m, daerah ini berhasil dikuasai oleh Safawi. Pada 1739 M, Nadir Syah dari Safawi menyerbu Mughal dengan alasan bahwa Mughal tidak mau menerima duta bangsa yang dikirim olehnya. Lalu disusul ketegangan dengan Afganistan pada masa pemerintahan Muhammad Syah, kerajaan Mughal mendapat serangan dari suku Afgan yang dipimpin oleh Ahmad Syah. Pada tahun 1748 M, Ahmad Syah berhasil menguasai Lahore. 
Pemberontakan Hindu juga turut memperkeruh suasana. Hindu yang merupakan mayoritas di sana, tidak senang menjadi warga kelas dua dibandingkan islam yang menjadi warga kelas satu padahal jumlahnya minoritas. Hal ini menimbulkan banyak sekali pemberontakan yang membuat repot kerajaan Mughal terlebih disaat yang hampir bersamaan muncul pula tekanan dari Inggris.
Keruntuhan Mughal juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, dimana kemunduran politik negeri ini sangat menguntungkan bangsa-bangsa barat untuk menguasai jalur perdagangan . Persaingan diantara mereka akhirnya dimenangi oleh Inggris yang kemudian untuk memperkuat pengaruhnya, mendirikan EIC (East India Company). Dengan mendatangkan pasukan kerajaan inggris untuk mengamankan dan mestabilkan wilayahnya. Menyadari kekuatan Mughal semakin menurun, maka Syah Alam membuat perjanjian dengan Inggris, dimana ia menyerahkan Oudh, Bengal dan Orisa kepada inggris.
Monopoli Inggris yang sangat otoriter dan cenderung keras, membuat rakyat Mughal yang muslim maupun Hindu, bersama-sama mengadakan pemberontakan. Akan tetapi dapat dikalahkan walaupun dalam serangan itu, pasukan Hindu yang memulainya, akan tetapi Inggris melihat umat islam dan Bahadur Syah II, ikut campur dalam penyerangan itu. Maka sebagai hukumannya, inggris memporak-porandakan wilayah Mughal dengan kekuatan senjatanya yang selangkah lebih maju dibandingkan pasukan Mughal dan Hindu. Masjid dan Candi menjadi sasaran penghancuran. Bahadur sendiri di usir dari istana pada 1858 M, maka sejak saat itu berakhirlah kekuasaan kerajaan Mughal di India dan digantikan oleh imperialisme Inggris. 

C. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Turki Usmani
Secara garis besar kemunduran Usmani mulai terasa sejak pemerintahan Sultan Salim II yang menggantikan Sultan Sulaiman Al Qanuni pada 1566-1574 M.
Di lihat dari faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Turki Usmani yang secara perlahan selama tiga abad dapat dilihat melalui beberapa faktor. Diantaranya melemahnya semangat Yenisari sehingga menyebabkan berbagai wilayah lepas dari kekuasaan Turki Usmani, hal ini sudah mulai menunjukkan tanda-tandanya yaitu saat kekuasaan Salim II, dimana ia menderita kekalahan dari serangan pasukan gabungan armada Spanyol, bandulia, dan armada sri paus di tahun 1663 M. Pasukan Usmani juga mengalami kekalahan dalam pertempuran di Hungaria di tahun 1676 M. Pada 1669 M, Turki Usmani mengalami kekalahan di Mohakez sehingga terpaksa menandatangani perjanjian Karlowitz yang isinya kerajaan Usmani harus menyerahkan seluruh wilayah hungaria dan pada 1770 M pasukan Rusia mengalahkan pasukan Usmani di asia kecil. 
Luasnya wilayah dan buruknya sistem pemerintahan pasca sulaiman Al-Qanuni juga membuat hilangnya keadilan, dan merajalelanya korupsi dikalangan istana. Heterogenitas penduduk menyebabkan kurangnya semangat persatuan. Terlebih Usmani merupakan kerajaan ayng coraknya militer. Padahal militerisme diakui sangat sulit untuk membentuk suatu persatuan.
Sangat disayangkan pula bila kehidupan istana jauh dari nilai-nilai keislaman, justru sikap bermegah-megahan dan istimewa serta memboroskan uang terjadi pula di kerajaan turki Usmani. Hal ini setidaknya terjadi akibat pengaruh kehidupan barat yang masuk ke istana. Terlebih pemborosan harta ini terjadi saat perekonomian mulai mengalami kemerosotan yang sangta tajam, apalagi untuk pembiayaan angkatan perang yang diharapkan mampu meraih ghanimah malah mengalami kekalahan yang berturut-turut.
Kemuduran di kalangan istana ini, diambil kesempatan oleh wilayah-wilayah turki dalam upaya memerdekakan diri. Terlebih setelah munculnya semangat nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk pada usmani, mulai menyadari akan kelemahan kerajaan tersebut. Maka walaupun kerajaan usmani memperlakukan mereka sebaik mungkin, namun dalam benak mereka tetap saja bila Usmani adalah penjajah yang datang menyerbu dan menguasai wilayah mereka. Dimulailah usaha untuk melepaskan diri dari pemerintahan Usmani, di Mesir misalnya, Yenisari justru bekerjasama dengan dinasti mamalik dan akhirnya berhasil merebut kembali wilayah mesir pada 1772 M hingga kedatangan Napoleon pada !789 M. Lalu ada gerakan wahabisme di tanah arab yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul wahab yang bekerjasama dengan keluarga Saud, dan akhirnya berhasil memukul mundur kekuasaan turki dengan bantuan tetara Inggris dari jazirah Arab. Keluarga saud sendiri memproklamirkan sebagai penguasa arab maka wilayah jazirah arab selanjutnya dinamakan Saudi Arabia.
Kemajuan teknologi barat juga tidak bisa dilepaskan sebagai salah satu faktor penentu kehancuran wilayah turki usmani, dimana sistem kemiliteran bangsa barat selangkah lebih maju dibandingkan dengan kerajaan turki usmani. Oleh karena itu saat terjadi kontak senjata maupun peperangan yang terjadi belakangan, tentara turki selalu mengalami kekalahan. Terlebih Turki Usmani sangat tidak mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan, maka otomatis peralatan perangnya pun semakin ketinggalan jaman. Saat Turki Usmani mulai berbenah, sudah terlambat karena wilayahnya sedikit demi sedikit mulai menyusut karena melepaskan diri dan sulit untuk menyatukannya kembali.
Akhirnya pada 1924, Kemal Attaturk memaksa Sultan Hamid II untuk menyerahkan kekuasaan Turki Usmani setelah Kemal melakukan gerakan pembaharuan melalui Turki Muda nya, dan penyerahan kekuasaan ini menjadikan Turki Usmani telah berakhir riwayatnya dan kemudian digantikan oleh Republik Turki yang sekuler. 
Kehancuran Kerajaan Turki Usmani ini, membuat bangsa-bangsa eropa semakin mudah menguasai dan menjajah wilayah-wilayah ynag dulu diduduki oleh Usmani yang mayoritas muslim. Maka sejak itulah umat islam berada dalam situasi dijajah oleh bangsa non muslim. Sungguh ironis karena ini lebih baik oleh bangsa turki karena bagaimanapun juga Turki Usmani adalah muslim. 


IV. KESIMPULAN

Keruntuhan tiga kerajaan islam ini umumnya ditandai oleh konflik dalam kalangan keluarga kerajaan yang saling berebut kekuasaan. Hal ini mengakibatkan sistem pemerintahan dan keluasan wilayah yang telah berhasil dibangun pada masa sebelumnya menjadi tidak berarti lagi karena para penerusnya lebih sibuk untuk saling merebut kekuasaan dari tangan keluarganya sendiri.
Lalu masalah ekonomi juga sangat berperan, seperti misalnya kedatangan Inggris di Mughal sangat memepengaruhi kehidupan ekonomi istana yang apada ujungnya malab bergantung kepada Inggris. Demikian pula di Turki Usmani, sikap boros dan hidup kemewahan berbanding lurus dengan kekalahan demi kekalahan yang dialami pasukan yenisari sehingga membuat kas negara berwarna merah karena tak mendapatkan ghanimah maupun wilayah baru.
Sistem politik juga sangat mempengaruhi, di Safawi misalnya kebijakan memaksakan madzhab syi’ah membuat secara politik orang-orang sunni tidak senang dan akhirnya justru memberontak melepaskan diri dari kekuasaan Safawi dan bahkan Sunni melalui suku Afgan berhasil menguasai wilayah safawi.
Ambisi perluasan wilayah juga mengakibatkan kehancuran turki itu sendiri karena tenyata semangat juang Yenisari tidak lagi sekuat dulu. Demikian juga Ghulam di Safawi tidak memiliki semangat seperti Qizilbash, demikian pula generasi Qizilbash selanjutnya tidak seperti generasi Qizilbash terdahulu. Semenatara aliasi Islam Hindu di Mughal tidak mampu memukul mundur inggris.
Kelemahan teknologi yang sangat mencolok membuat perlawanan di Mughal maupun usaha mempertahankan diri oleh Turki Usmani mengalami kegagalan karena bangsa eropa pada saat itu telah memiliki perangkat perang yang selangkah lebih maju dibandingkan dengan yang dimiliki oleh dua kerajaan tersebut.


V. PENUTUP

Demikian pembuatan makalah ini, semoga ada pelajaran yang bermanfaat untuk kami khususnya dan untuk kita semua. Kami menyadari bahwa masih banyak kekeliruan dalam penulisan makalah ini, untuk itu kami harapkan kritik dan saran teman-teman. Summassalam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


DAFTAR PUSTAKA


Dudung, Abdurrohman. SEJARAH PERADABAN ISLAM: dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Penerbit Fak. Adab. 2002.
Maarif, Ahmad Syafii. Amin Abdulloh. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.Yogyakarta:PUSTAKA BOOK PUBLISHER.2007.
Syukur, Fatah. Sejarah Peradaban Islam. Cet.Pertama, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2009.
Yatim, Badri M.A. SEJARAH PERADABAN ISLAM Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2007.

SUMBER : http://ahmadmiftahulhuda.blogspot.com/2011/06/mutazilah.html



IKA SOBAT KESULITAN MENDAPATKAN FILE INI , SOBAT BISA DAPATKAN DENGAN CARA MENGKLIK DI BAWAH INI

PENGERTIAN HADITS



Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur’an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah.
Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini.
Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
Hadits Mutawatir
Hadits Ahad
Hadits Shahih
Hadits Hasan
Hadits Dha’if
Menurut Macam Periwayatannya
Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu’ atau Maushul)
Hadits yang terputus sanadnya
Hadits Mu’allaq
Hadits Mursal
Hadits Mudallas
Hadits Munqathi
Hadits Mu’dhol
Hadits-hadits dha’if disebabkan oleh cacat perawi
Hadits Maudhu’
Hadits Matruk
Hadits Mungkar
Hadits Mu’allal
Hadits Mudhthorib
Hadits Maqlub
Hadits Munqalib
Hadits Mudraj
Hadits Syadz
Beberapa pengertian dalam ilmu hadits
Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer
I. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya Perawi
I.A. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:
Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath’iy.
Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama.
I.B. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah “zhonniy”. Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha’if. Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
I.B.1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu’allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
Harus bersambung sanadnya
Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
Tidak cacat walaupun tersembunyi.
I.B.2. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
I.B.3. Hadits Dha’if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
II. Menurut Macam Periwayatannya
II.A. Hadits yang bersambung sanadnya
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebut hadits Marfu’ atau Maushul.
II.B. Hadits yang terputus sanadnya
II.B.1. Hadits Mu’allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha’if.
II.B.2. Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi’in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
II.B.3. Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
II.B.4. Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi selain sahabat dan tabi’in.
II.B.5. Hadits Mu’dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi’it dan tabi’in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi’in yang menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di atas adalah termasuk hadits-hadits dha’if.
III. Hadits-hadits dha’if disebabkan oleh cacat perawi
III.A. Hadits Maudhu’
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits.
III.B. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
III.C. Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
III.D. Hadits Mu’allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga dengan hadits Ma’lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu’tal (hadits sakit atau cacat).
III.E. Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
III.F. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
III.G. Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
III.H. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.
III.I. Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz.
IV. Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits
IV.A. Muttafaq ‘Alaih
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari – Muslim.
IV.B. As Sab’ah
As Sab’ah berarti tujuh perawi, yaitu:
Imam Ahmad
Imam Bukhari
Imam Muslim
Imam Abu Daud
Imam Tirmidzi
Imam Nasa’i
Imam Ibnu Majah
IV.C. As Sittah
Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab’ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.
IV.D. Al Khamsah
Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab’ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim.
IV.E. Al Arba’ah
Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab’ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim.
IV.F. Ats tsalatsah
Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab’ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
IV.G. Perawi
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
IV.H. Sanad
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga.
IV.I. Matan
Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.
V. Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer
Shahih Bukhari
Shahih Muslim
Riyadhus Shalihin
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/hadits
http://duniamakalah.wordpress.com/


IKA SOBAT KESULITAN MENDAPATKAN FILE INI , SOBAT BISA DAPATKAN DENGAN CARA MENGKLIK DI BAWAH INI

adf.ly

http://adf.ly/?id=1499578