A. PENDAHULUAN
Segala puji selalu terlimpahkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat, taufik serta hidayah kepada kita. Sholawat serta salam tetap kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan harapan semoga kita semua mendapat syafaatnya.
Hadits merupakan sumber kedua setelah al-Qu’ran. Banyak anggapan bahwa hadits tidak bisa diteliti, akan tetapi lambat laun anggapan itu luntur dengan sendirinya dengan bukti dari hari kehari semakin banyak orang yang berani untuk mengkaji tentang hadis. Hal ini tentunya menjadi hal baru dalam kazhanah keilmuan Islam dan tentunya hal ini juga tidaklah melanggar aturan-aturan syar’i, karena memang tidak ada hukum-hukum syar’i yang melarangnya.
Kesalahan dalam mengartikulasi dan mentranskrip ungkapan matan pada umumnya dipicu oleh kondisi pendengaran yang kurang baik atau teks yang tidak memadai. Sehingga kebenaran informasi yang didapat tidak mencapai kesempurnaan.
Oleh karena itu kita harus tau apa-apa yang berkaitam dengan hal itu terutama masalah sanad dan matan, dari itulah berikut makalah ini menjelaskan tentang hadits-hadits yang didalamnya terdapat perubahan, baik syakl (harokat), lafadz dan lain-lain.
B. PEMBAHASAN
1. Hadits Mus)ahhaf
Secara etimologi, mus)ahhaf (مصحّف) merupakan derivasi dari kata صحّف- يصحّف- تصحيف yang berarti salah membaca, mengeja, atau mengucapkan.[2]
Menurut terminologinya, para ulama muhadditsin pada mulanya tidak membedakan antara keduanya; akan tetapi ulama khalaf seperti Ibnu Hajar mendefinisikan bahwa apabila dalam hadits terdapat perubahan huruf disebabkan perubahan titik dengan tetapnya bentuk tulisan, maka itu disebut mus)ahhaf.[3]
Abu Bakar al-Mu’aithi pernah berkata: “Aku pernah memergoki seorang guru sedang membacakan pada salah seorang anak:
قريّق في الحبّة وقريّق في الشعير.’
Lalu aku bertanya kepadanya: ‘Hai Bapak! Allah sama sekali tidak pernah memfirmankan seperti itu. Yang benar adalah:
فريق في الجنة وفريق في السعير.’
Kemudian orang itu menjawab: ‘Engkau membacanya menurut bacaan Abu ‘Ashim bin al-’Ala al-Kisa’i, sedangkan aku membacanya berdasarkan bacaan Abu Hamzah bin ‘Ashim al-Madani’. Kemudian aku berkata: ‘Pengetahuanmu tentang qirâ’ah benar-benar membuatku kagum’.”[4]
a) Pembagian Tas)hîf
Dilihat dari tempatnya tashif dibagi menjadi dua (2) macam, yaitu:[5]
1) Tashif pada sanad. Contoh:
عن العوام بن مراجم عن أبى عثمان النهدى عن عثمان بن عفان رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عتيه وسلم لتؤدن الحقوق الى أهله
Tas)hîf (salah baca/ucap) yang terjadi pada sanad adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh Syu’bah, Yahya bin Ma’in keliru mengartikulasikan (العوام بن مراجم), ia membacanya dengan (مزاحم).
2) Tashif pada matan. Contoh:
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْبَزَّازُ حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّهُ قَالَ احْتَجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ حُجْرَةً فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ اللَّيْلِ فَيُصَلِّي فِيهَا قَالَ فَصَلَّوْا مَعَهُ لِصَلَاتِهِ يَعْنِي رِجَالًا وَكَانُوا يَأْتُونَهُ كُلَّ لَيْلَةٍ حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةٌ مِنْ اللَّيَالِي لَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَنَحْنَحُوا وَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ وَحَصَبُوا بَابَهُ قَالَ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَا زَالَ بِكُمْ صَنِيعُكُمْ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنْ سَتُكْتَبَ عَلَيْكُمْ فَعَلَيْكُمْ بِالصَّلَاةِ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ[6]
Hadits ini diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit, dalam matan hadits ini ada yang ditashhif oleh Abdullah bin Lahi’ah al-Mishry yaitu kata Ihtajara (احتجر ) dengan kata ihtajama (احتجم).
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ قَالَ كَتَبَ إِلَيَّ مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ يُخْبِرُنِي عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ فِي الْمَسْجِدِ قُلْتُ لِابْنِ لَهِيعَةَ فِي مَسْجِدِ بَيْتِهِ قَالَ لَا فِي مَسْجِدِالرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ[7]
1) Tas)hîful-Bas)ar; Yaitu kesalahan seorang perawi dalam segi penglihatan atau pandang pada tulisan. Dalam hal ini kesalahan terjadi karena ada kemiripan karakter huruf. Contoh:[9]
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَال قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya: “Nabi bersabda: Barang siapa yang berpuasa dibulan Ramadan kemudian diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka ia seperti puasa sepanjang masa.”
Dalam hadits ini lafadz sittan (ستا ) yang artinya enam, oleh Abu Bakar al-Shuliy dirobah menjadi syai an (شيئا) yang artinya sedikit. hal ini terjadi karena jeleknya tulisan atau tulisannya tanpa titik.
2) Tas)hîfus-Samâ‘; Ialah kesalahan perawi ketika mendengar sebuah periwayatan yang apabila diucapkan memiliki kemiripan bunyi yang membuat seseorang salah menangkap kata yang diucapkan. Misalnya lafadh ‘Âs$im al-Ahwâl dengan Was$il al-Ahdâb.
Dilihat dari lafad atau maknanya Tashif dibagi menjadi dua (2) macam, yaitu:[10]
1) Tashif pada lafad: Tshif pada lafad inilah yang kebanyakan terjadi sebagaimana contoh-contoh yang telah disebutkan di atas.
2) Tashif pada makna ; yaitu kesalahan perawi dalam membaca lafadz dan memahami makna.. Contoh:
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ أَخْبَرَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ أَبِي زَائِدَةَ أَخْبَرَنَا عَوْنُ بْنُ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَال فَرَأَيْتُ بِلَالًا جَاءَ بِعَنَزَةٍ فَرَكَزَهَا ثُمَّ أَقَامَ الصَّلَاةَ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فِي حُلَّةٍ مُشَمِّرًا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ إِلَى الْعَنَزَةِ وَرَأَيْتُ النَّاسَ وَالدَّوَابَّ يَمُرُّونَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ وَرَاءِ الْعَنَزَةِ[11]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ وَرَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ وَضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَأَيْتُ النَّاسَ يَبْتَدِرُونَ ذَاكَ الْوَضُوءَ فَمَنْ أَصَابَ مِنْهُ شَيْئًا تَمَسَّحَ بِهِ وَمَنْ لَمْ يُصِبْ مِنْهُ شَيْئًا أَخَذَ مِنْ بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ رَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ عَنَزَةً فَرَكَزَهَا وَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مُشَمِّرًا صَلَّى إِلَى الْعَنَزَةِ بِالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ وَرَأَيْتُ النَّاسَ وَالدَّوَابَّ يَمُرُّونَ مِنْ بَيْنِ يَدَيْ الْعَنَزَةِ[12]
Artinya: “Bahwa Rasulullah bershalat pada anzah (tombak yang ditancapkan di kanan dan kiri untuk membatasi)”.
Dalam hadits ini terdapat lafadz al-’anzah (العنزة ), oleh Abu Musa al-Mutsanna disangka makna al-’anzah itu adalah nama qabilah yang masyhur dinegeri Arab, yang ia juga masuk didalamnya, padahal yang dimaksud disisni adalah tombak yang ditancapkan di kanan dan kiri untuk membatasi.[13]
2. Hadits Muharraf
Ialah Hadits yang mukholafahnya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata.
Contoh tahrif pada matan misalnya hadits dari Jabir r.a:
و حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ قَالَ سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَال رُمِيَ أُبَيٌّ يَوْمَ الْأَحْزَابِ عَلَى أَكْحَلِهِ فَكَوَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ[14]
Artinya:”Ubai (bin Ka’ab) telah terkena panah pada perang Ahzab mengenai lengannya,lalu Rasulullah nengobatinya dengan besi hangat.”
Ghandar mentahrif hadits ini tersebut dengan Abi yang artinya ayahku, yang sesungguhnya adalah Ubay bin ka’ab. Kalau pentahrifan Ghandar ini diterima, berarti yang terpanah adalah ayah Jabir. Padahal ayah Jabir telah meninggal pada perang Uhud, yang terjadi sebelum perang Ahzab.
C. KESIMPULAN
Demikianlah sedikit uraian tentang Hadits Mus)ahhaf dan Muharraf. Tentunya tulisan ini masih sangat jauh untuk mengungkap secara detail dan sempurna tentang Hadits Mus)ahhaf dan Muharraf. Untuk itu penulis yakin makalah ini masih membutuhkan banyak koreksi dan masukan. Sebagai penutup penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Wallahu a’lam bisshowwab
Malang, 10 Juni 2008
***
[3] Subhis-Shaleh, 1997, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, Pustaka Firdaus, Jakarta. hlm. 225. Lihat juga Muhammad Ali rawad, 1984, ‘Ulûmul-Qur’ân wa al-Hadîts, Darun-Nasyir, Bairut Libanon. hlm. 226.
http://elmisbah.wordpress.com/mushahhaf-dan-muharraf/
JIKA SOBAT KESULITAN UNTUK MENDAPATKAN FILE INI, SOBAT TNGGAL KLIK DI BAWAH INI
0 komentar:
Posting Komentar
MEZA
Bagi sobat yang berkunjung di blogger ini tolong tinggalkan komennya y.......
supaya bisa membagun atau menambah supaya blogger ini lebih baik dari sebelumnya.
MAKASIH